: Sikap dan Konsep Berkesenian
Oleh: Sahrul N
A. Perkembangan Teater di Sumatra Barat
Melihat teater modern Sumatra Barat, mau tidak
mau akan melihat sosok yang bernama Wisran Hadi dengan kelompoknya yang bernama
Bumi Teater yang dianggap sebagai tonggak teater modern yang berkembang di
Sumatra Barat. Hampir seratus persen seniman-seniman teater di Sumatra Barat
merupakan alumni grup teater Bumi yang dipimpin oleh Wisran Hadi. Membicarakan
sejarah teater modern Sumatra Barat berarti sama dengan membicarakan Bumi
Teater yang didirikan tahun 1976. Pendirian grup ini merupakan jawaban atas
keprihatinan seniman Sumatera Barat terhadap perkembangan teater modern di
daerah. Ketika Taman Ismail Marzuki Jakarta dibangun dan Pusat Kesenian Jakarta
mulai menjadi pusat kesenian Indonesia, Sumatera Barat belum termasuk dalam
peta kesenian Indonesia. Kegiatan yang ramai baru pada persoalan kepenyairan
serta diskusi-diskusi sastra. Pada saat itu di bidang sastra, seni rupa dan
tari sudah ada individu-individu yang menonjol secara nasional, seperti A.A.
Navis, Wakidi, dan Hoeriyah Adam.
Khusus mengenai teater, sejak nonaktifnya
Teater Kota Padang dan anggota-anggotanya seperti Nazif Basir, Mira Dardjis,
Syafril Zen, Nasrul Siddik dan Mahjuddin tidak lagi berkegiatan, maka sulit
menemukan pementasan-pementasan teater yang bermutu. Jika berdiri grup-grup
teater, sifatnya adalah sporadis dan tidak terus menerus. Dalam situasi yang
serba kering itu Bumi Teater muncul membawa perubahan dan pembaruan. Waktu
didirikan pertama kali, jumlah anggotanya sudah mencapai 30 orang dan tahun
1978 meningkat menjadi 300 orang. Bahkan sudah banyak subgrup Bumi Teater yang
dimunculkan, terutama di sekolah-sekolah. Bertambahnya anggota, maka Bumi
Teater meluaskan lingkup ke bidang seni yang lain. Bidang seni rupa dan seni
sastra merupakan sasaran berikutnya, sehingga penamaan kelompok ini juga
berubah menjadi Bumi Teater, Sastra, dan Seni Rupa.
Sekitar 50 pementasan teater telah dihadirkan
Bumi Teater sejak tahun 1976 sampai sekarang. Tidak hanya Wisran Hadi yang
menyutradarai semua pementasan, akan tetapi telah melahirkan
sutradara-sutradara muda yang potensial. Sutradara-sutradara muda yang
dilahirkan itu di antaranya Asbon Budinan Haza, Aswendi Dahdir, A.Alin De,
Herisman Is, Zirmayanto, Zaifan Merry, Indra Nara Persada, M. Ibrahim, Agusfian
Iskandar, Desvita Wardhini, Raffendie Sanjaya, Syarifuddin Arifin, Armeind
Sufhasril, Syafril dan yang termuda Yusril.
Sutradara muda ini kemudian mencoba membuat
grup sendiri seperti A.Alin De yang mendirikan Teater Dayung-Dayung, Yusril
mendirikan Teater Hitam Putih. Malahan Yusril telah sering tampil secara
nasional dan ikut dalam Jambore Teater Nasional di Cibubur dan melakukan
pementasan di Teater Utan Kayu Jakarta dan di beberapa tempat di Sumatera dan
Jawa. Setelah kemunculan Bumi Teater, maka lahir grup-grup yang merupakan
pecahan dari Bumi Teater, sebut saja nama Teater Dayung-Dayung, Komunitas Seni
Hitam Putih, dan sebagainya. Memang ada grup teater yang tidak mendapat setuhan
Bumi Teater secara langsung namun konsep penggarapan teater mereka sangat
banyak dipengaruhi oleh Bumi Teater, seperti teater Padang pimpinan Hardian
Radjab.
Teater modern dalam bentuk kekinian yaitu
teater yang lebih menonjolkan bentuk daripada cerita di Sumatra Barat baru
muncul pada tahun 1993, ketika Wisran Hadi mementaskan karya teater dengan
judul “Jalan Lurus” di Taman Ismail
Marzuki Jakarta. Konsep yang dibawa Wisran adalah melawan konvensi teater
modern yang sarat dengan peraturan-peraturan yang mengikat. Pementasan ini
mendapat respon yang sangat besar dan menempatkan Wisran Hadi pada salah satu
tonggak teater mutakhir di Indonesia. Teater mutakhir Sumatra Barat merupakan
pembongkaran kembali nilai-nilai estetis kesenian yang pernah ada. Pemilahan wilayah
yang dilakukan oleh seni teater modern coba dihancurkan dengan melahirkan
konsep performing art yang sebetulnya berakar pada pola kesenian
tradisional.
Generasi
setelah Wisran Hadi, muncul Yusril dengan gaya yang berbeda. Diawali dengan
karya “Menunggu” tahun 1997, Yusril mencoba berbeda dengan Wisran Hadi dengan
meninggalkan kata sebagai unsur yang utama dalam Pementasan. Karya terakhir
Yusril muncul pada Festival Kesenian Indonesia V di Denpasar tahun 2005. Karya
Yusril berjudul “Tangga” ini memakai konsep kolaboratif ekspresif, menyiratkan
adanya keinginan untuk mengikuti perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan
tersebut mengarah pada pola benturan budaya (cross culture). Teater
modern Sumatra Barat adalah teater yang tak hanya melawan kekuasaan mutlak
bahasa teater yang sudah mendapat pengesahan di dalam pasar dan hati
masyarakat. Teater modern adalah juga teater yang setiap kali berontak pada
dirinya sendiri yang sudah terjebak dalam bahasa yang diam-diam mengandung
opium kemapanan.
Teater modern adalah teater yang selalu menolak untuk tahu. Teater yang sanggup
mengingkari dirinya setiap kali dan anti pada status quo. Teater yang tak ingin mengada dan selalu tak pernah
diam. Teater yang selalu dalam keadaan bergerak, bimbang, meragukan, merindukan
dan akhirnya mampus dalam mencari sesuatu yang belum ada, tidak ada atau
mungkin tidak akan pernah ada. Walhasil teater yang nihil namun juga
sekaligus teater yang amat penuh, ambisius dan pretensius. Teater modern
adalah langkah ke zone terapung, di mana ruang berlapis-lapis dengan dimensi
yang tak terjangkau. Di mana kebenaran hadir dalam jutaan nuansa yang pelik dan
membingungkan siapa saja yang menginginkan kemutlakan. Satu langkah lagi untuk
mendekati “misteri” yang semakin banyak kita ketahui, semakin membuat kita
ragu-ragu tentang kebenaran yang ada di kepala kita. Teater
yang membuat manusia lebih menyadari keadaannya yang tak berdaya. Teater yang
mengingatkan manusia pada dirinya sebagai noktah yang tak punya hak dan
kekuatan, yang tak kekal, yang pasti akan musnah. Apalagi kalau tidak melakukan
apa-apa. Teater mutakhir adalah sebuah idiologi tontonan, ritus dan ajaran
kebijakan.
B.
Teater
Langkah Tahun 1990-an
Tahun 1990-an kehidupan teater kampus di Sumatera
Barat cukup menonjol dan menjadi perbincangan di kalangan para seniman.
Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Unand memiliki dua kelompok
teater yaitu Teater Langkah dan Teater SEMA. Teater Langkah dimiliki oleh
Jurusan Sastra Indonesia dan Teater SEMA adalah milik Fakultas. IAIN memiliki
teater Imam Bonjol, IKIP (sekarang UNP) memiliki teater Kampus Selatan, UBH
(Bung Hatta) memiliki Teater Proklamator. Persaingan kreatif antar kelompok ini
berjalan dengan baik dan saling bersilaturahmi.
Kemunculan teater SEMA Fakultas Sastra Unand adalah
menyikapi animo mahasiswa yang berada di luar Jurusan Sastra Indonesia yang
ingin berkreatifitas di dunia teater, walaupun anggota teater SEMA dan
pengurusnya mayoritas juga berasal dari Sastra Indonesia. Akibatnya harus
dibedakan orientasi kedua kelompok ini agar tidak terjadi “benturan” kreatif.
Teater SEMA difokuskan untuk produksi teater atau melahirkan pertunjukan,
sementara Teater Langkah diarahkan pada eksperimentasi, penelitian, pemikiran,
tata kelola, dan pendokumentasian. Sejak saat itu teater Langkah selalu menjadi
Ivent Organizer (IO) untuk mata kuliah KDI (Kajian Drama Indonesia) yang wajib
dipentaskan. Kalaupun Teater Langkah melakukan pementasan, maka karya mereka
harus bersifat eksperimental atau menghasilkan bentuk baru (bukan konvensional).
Hal ini bisa dilihat pada saat PTM tahun 1990, Teater Langkah mementaskan
teater mobil di Taman Museum Aditiawarman yang melibatkan sembilan sutradara.
Sementara Teater SEMA mementaskan “Tuangku Nan Renceh” karya Wisran Hadi,
sutradara Sastri Sunarti.
Dua kelompok teater ini terus berdampingan dalam
kancah teater di Sumatera Barat dan menjadi penyumbang banyak aktor pada
kelompok teater di luar kampus. Pada masa itu pula Wisran Hadi (Bumi Teater)
kembali memulai proses penciptaan teater yang sudah lama vakum. Tahun 1992
Wisran mulai menggarap “Jalan Lurus” yang dipentaskan tahun 1993 di TIM
Jakarta. Sebagian besar pendukung karya ini adalah mereka yang tergabung dalam
Teater Langkah dan Teater SEMA, baik yang masih mahasiswa maupun yang sudah tamat
atau yang sudah jadi dosen. Hal ini berlanjut pada garapan Wisran Hadi
berikutnya yaitu “Anggun Nan Tongga” tahun 1994, “Imam Bonjol” tahun 1995, dan
“Mandi Angin” tahun 1999. Bahkan ketika TVRI Padang memproduksi film “Perang
Paderi”, para pemainnya juga banyak berasal dari Teater Langkah.
Di samping Bumi Teater, grup lain yang memanfaatkan
anggota Teater Langkah pada masa itu adalah Dayung-Dayung pimpinan A.Alin De,
Teater Padang pimpinan Hardian Radjab, Teater Katigo pimpinan Eri Anwar dan
lain-lain. Bahkan beberapa juga ikut menjadi pencetus berdirinya Teater Noktah
pimpinan Syuhendri tahun 1993.
C.
Sikap dan
Konsep Berteater
Akibat terlalu lama berproses dengan Wisran Hadi, maka
sikap dan konsep berteater anggota Teater Langkah umumnya dipengaruhi oleh
sikap dan konsep berteater Wisran Hadi. Teater Langkah menciptakan kesenian berdasarkan
moralitas dan sikap hidup yang dilandasi hubungan silaturahmi sesama teman
mahasiswa dan juga hubungan dengan para dosen yang mendukung keberadaan Teater
Langkah tersebut. Hal ini perlu ada penelusuran terhadap kondisi yang terjadi ketika proses
penggarapan karya seni dan juga proses memproduksi karya seni.
Kondisi pertama. Teater Langkah adalah grup yang tidak hanya
mencipta pertunjukan teater, namun juga mengurus produksi pertunjukan teater
dari mata kuliah Kajian Drama Indonesia (KDI). Bahkan juga melibatkan mata
kuliah Kajian Drama Minangkabau (untuk jurusan Sastra Daerah). Hal ini
merupakan wujud dari perhatian mahasiswa senior terhadap adik kelasnya yang
sedang mengambil mata kuliah KDI, sehingga perkuliahan mahasiswa tersebut
menjadi terbantu oleh keberadaan Teater Langkah.
Kondisi kedua. Teater Langkah adalah grup yang tidak berorientasi pada hasil, namun
lebih fokus pada proses. Hasil adalah akibat dari proses. Jadi kalau prosesnya
benar, maka hasil juga akan baik. Kepercayaan terhadap adagium tersebut
dipegang oleh seluruh anggota Teater Langkah, sehingga ketika proses penciptaan
seni teater sedang berlangsung, maka diskusi lebih banyak dari pada latihan
teknis. Bagi mereka mengerti filosofi lebih bagus ketimbang pertunjukannya.
Kondisi ketiga. Teater langkah selalu memiliki keanggotaan yang
berubah-ubah yang menyebabkan tidak adanya anggota tetap
yang mapan (kecuali anggota tersebut menjadi dosen di almamaternya). Akibatnya
proses mencipta teater selalu dimulai dari nol, ketika anggota berganti. Bagi
mahasiswa yang telah tamat, jabatan alumni langsung melekat pada dirinya.
Ketiga kondisi
di atas hanya bagian kecil dari banyak kondisi sejenis yang mengarah pada sikap dan
komitmen berkesenian di Teater Langkah. Etika berkesenian anggota Teater
Langkah berkaitan
dengan mentalitas manusia baik dalam menyikapi hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan alam dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Dari seluruh
kondisi
yang berkaitan
dengan etika berkesenian dari Teater Langkah, terlihat tiga poin penting yaitu; etika beragama, etika bersosial, dan etika berbudaya.
Etika beragama, yaitu sikap beragama bagi anggota
Teater Langkah bukan
dilihat dari segi bentuk yang terlihat, bahwa orang harus memperlihatkan
dirinya sholat, harus memperlihatkan dirinya berpuasa dan sebagainya, namun,
manusia harus bisa meyakinkan dirinya bahwa ia memiliki Tuhan. Bahwa alam ini
tidak hanya terdiri dari hal yang nampak namun juga yang tidak nampak. Alam
yang tidak kelihatan memiliki kekuatannya sendiri yang harus disikapi dan
diyakini. Bagi anggota Teater Langkah, sholat dan tidak sholat atau puasa dan tidak puasa bukan
menjadi urusannya, karena hal tersebut menjadi urusan manusia individu dengan
Tuhannya masing-masing. Hal yang jadi persoalan adalah ketika manusia
menghalalkan segala cara. Sikap hidup beragama itulah arah etika, bukan ritual keagamaannya.
Etika bersosial, yaitu inti manusia hidup adalah bisa membangun
silaturahim dengan sesama manusia. Hubungan sosial yang dilandasi dengan saling
menghargai memberi efek pada rasa persaudaraan yang tingga dalam Teater
Langkah. Seluruh
anggota Teater Langkah merasa bahwa sesama mereka adalah bersaudara. Hendaknya tidak ada niat
untuk menciderai sesama saudara dan bahkan kalau perlu menolong sesama saudara
apabila saudara kita memerlukan pertolongan. Hubungan sosial ini tidak saja
melibatkan antar anggota Teater Langkah namun juga dengan alumni
Teater Langkah yang menjadi bagian yang tidak
bisa dipisahkan. Bagi anggota dan alumni, Teater Langkah adalah rumah gadang (rumah besar) yang diisi oleh banyak anggota keluarga
yang saling segan menyegani, dan dalam rumah
gadang itu masing-masing penghuninya memiliki peran masing-masing, walaupun
peran itu hanyalah peran kecil dari individu yang menghuninya. Di grup
Teater Langkah juga ditekankan bahwa hubungan sosial yang baik juga harus dibangun dengan
masyarakat di luar kelompok Teater Langkah. Rumah
gadang Teater Langkah hanyalah bagian kecil sementara kita juga punya rumah gadang yang lebih besar lagi yaitu masyarakat luas.
Etika berbudaya yaitu, hidup berbudaya (dalam hal ini adalah budaya
Minangkabau secara khusus dan Indonesia secara umum) harus menjadi ukuran dalam bersaing
dengan budaya lain. Kecenderungan karya di Teater Langkah adalah menjadikan budaya Minangkabau secara khusus
dan Indonesia secara umum sebagai acuan atau referensi untuk menciptakan visual artistic berkesenian. Ketika globalisasi melanda seluruh
kebudayaan maka identitas budaya tempat di mana manusia Minangkabau
tumbuh dan besar harus dipelihara dan dijaga, jangan sampai globalisasi
menjajah kebudayaan asal. Prinsip ini bukan dalam pengertian membabi buta
mempertahan tradisi namun memperbaikinya agar bisa bersaing di kancah yang
lebih besar. Malahan sebagian anggota Teater Langkah selalu mempertanyakan
kebudayaannya, namun dengan tujuan agar kebudayaan tersebut tidak berada dalam
garis ketidaklogisan. Sebuah kebudayaan berdiri dan berkembang disebabkan ada
logika yang membangunnya bukan hanya sekedar mengada-ada saja.
Aturan di Teater Langkah memiliki prinsip-prinsip yang jelas. Niat merupakan yang terpenting dalam sebuah grup teater. Kita harus
tahu dulu untuk apa kita berkesenian. Kalau hanya untuk sekedar tampil, lebih
baik tidak berkesenian sama sekali. Bagi mereka yang berada di Teater
Langkah selalu
menekankan bahwa apa yang dikerjakan merupakan proses belajar yang
berkesinambungan, sedangkan persoalan kualitas merupakan persoalan nomor dua,
karena mutu yang baik dihasilkan oleh hasil belajar yang baik.
Konsep berkesenian di Teater Langkah berkaitan dengan
konsep teater yang ada di Sumatera Barat dan juga Indonesia. Teater
yang bernilai seni yang tinggi adalah teater yang hidup. Artinya naskah
dihadirkan beradaptasi dengan lingkungan dan keadaan sekarang yang kongkret,
tidak mati pada naskah saja. Seni pada dasarnya adalah hiburan, tetapi hiburan
secara luas yang menyangkut fisik, psikis, dan lain-lain. Teater hendaknya selalu menemukan relevansinya supaya tontonan
tidak dingin dan tidak ada jarak antara pemain dan penonton. Secara tradisi kesenian rakyat di Minangkabau
bersifat terbuka, oleh rakyat dan untuk rakyat, sesuai dengan sistem
masyarakatnya yang demokratis yang mendukung falsafah persamaan dan kebersamaan
antar manusia. Akibatnya seni di Minangkabau mudah berubah yang disebabkan
persentuhannya dengan kebudayaan lain. Perubahan tersebut bisa diartikan
sebagai berkembang, memperkaya, atau memperbanyak.
Beberapa alumni
Teater Langkah seperti Yusril, S. Metron M., Prel T., Zurmailis, dan sebagainya
telah melakukan pencarian konseptual teater untuk perkembangan teater
Indonesia. Kelebihan
Yusril adalah mampu menghadirkan teks visual sebagai bentuk yang mengarah pada
peristiwa. Yusril menganggap bahasa tubuh dan visual terasa sudah cukup sebagai
simbol komunikasi kepada penontonnya. S. Metron M., yang akhir-akhirnya
ini mencoba memadukan unsur musikalitas untuk garapan teater kontemporernya.
Sementara itu, Prel T., merupakan sosok yang mencoba mencari lubang-lubang yang
ditinggalkan Wisran Hadi. Perlu dicatat bahwa sutradara-sutradara lama di
Teater Langkah yang ditulis di atas merupakan teaterawan yang bersentuhan
langsung dengan Wisran Hadi, sehingga aroma Wisran Hadi hadir dalam karya-karya
mereka walau dalam wujud yang berbeda.
Dari Makalah Seminar 29 Tahun Teater Langkah Unand Padang*)
Dari Makalah Seminar 29 Tahun Teater Langkah Unand Padang*)
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI