PENDAHULUAN
Tulisan ini hanya catatan personal saja, berisikan beberapa
hal yang selintas pintas tentang butir-butir
kenangan yang berhubungan dengan perjalanan kreatif saya waktu kuliah di Sastra
Indonesia Fakultas Sastra Universitas Andalas Padang. Ketika hendak
menuliskannya lagi, bayangan dan gairah masalalu itu pun bangkit begitu saja.
Sastra dan teater memang begitu menggoda.
Meski tak seberapa andil dan peran saya tentang hal tersebut
di kampus tercinta, atau tidak begitu banyak dan detail yang mampu tertuliskan,
tapi pada kenyataan kehidupan yang sesungguhnya pengalaman itu sangat berpengaruh
besar pada pilihan karir atau profesi yang saya jalani. Teater dan Sastra telah
menjadi nafas kehidupan dalam keseharian dan ini terbukti bahwa sampai hari ini
saya tidak pernah memilih pekerjaan lain.
Ketika S. Metron Madison kembali megingatkan saya agar menuliskan
segala sesuatunya tentang ‘Teater LANGKAH’ di sela-sela kesibukan ber-’gerilya’
kesenian di ‘kampung besar’ bernama
Jakarta, maka alhamdulillah akhirnya tulisan ini bisa tercipta. Terimakasih. Setidaknya,
melalui tulisan ini, anggota Teater Langkah yang lain bisa pula memaknainya sebagai sebuah kepulangan.
Tak lupa pula saya mengucapkan banyak terimakasih kepada
kawan-kawan lama, yang ‘selapik-seketiduran’, baik yang masih hidup
ataupun yang sudah meninggal dunia. Dengan tidak menyebutkan namanya satu-persatu,
sekali lagi terimakasih, karena telah begitu saja menjadi bagian dari isian
perjalanan kehidupan saya yang berharga.
Bahkan sampai hari ini saya masih intens berbuat, membagun,
serta menghidupi beberapa komunitas seni dan budaya di berbagai kota yang pernah
disinggahi. Tetap menggeluti dunia teater, baik sebagai aktor, penulis naskah,
sutradara atau pun Juri Festival Teater baik di Jakarta, Bogor, Subang, Bandung,
Banten dan Bekasi. Semua itu tentu saja tak lain disebabkan oleh kenangan empirik
yang selalu hidup dan bergelora.
TEATER LANGKAH
Teater LANGKAH adalah grup teater mahasiswa yang bibitnya dilahirkan
oleh semangat kreatif yang sehat. Hubungan Senior
dan Yunior tak bersekat. Ikatan yang mempertautkan
hanyalah sikap, wacana, dan kemampuan dalam
mengungkapkannya. Memang, bacaan dan buku adalah induk utama segalanya, tempat
dimana kalimat dan kesepakatan tumbuh mengutuhkannya.
Ketika ikatan tersebut telah bertautan, persoalan buku yang
dibutuhkan untuk keperluan perkuliahan tidak lagi menjadi soal. Tinggal
mendatangi kakak tingkat, beragam referensi dengan beberapa bacaan bisa
didapatkan. Iklim kampus jadi semarak karena muncul dari semangat yang sama. Di
luar kampus pun bisa tercipta begitu, apalagi di tempat kost, diskusi tentang pengetahuan
berbagai hal pun sering tercipta.
Bangunan komunikasi yang terbentuk atas dasar rasa
kebersamaan itu akhirnya melahirkan keinginan untuk membentuk sebuah wadah.
Apalagi didukung pula oleh gairah kreatifitas yang memang setiap hari selalu diasah
oleh wacana-wacana dan sikap yang kritis. Maka, dengan tekad yang bulat dan
sikap yang sama disepakatilah niat dan usaha untuk mencetuskan lahirnya sebuah
grup yang bernama Teater Langkah.
Lewat Himpunan Mahasiswa (Hima) Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra (Sekarang FIB) Unand, wadah
ini dikukuhkan tanpa peresmian layaknya seremoni-seremoni hari ini. Tak ada
update-update-an karena memang belum zamannya gemuruh media sosial, tapi gairah
kreatif dalam berkarya untuk melahirkan sesuatu yang amat berarti bagi studi, kesenian,
dan event terus berlangsung.
CATATAN MENJELANG
Ketika lulus Sipenmaru dan diterima menjadi salah seorang mahasiswa
baru jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Unand, pada awalnya saya merasa amat
kecewa. Apalagi ketika mendapatkan daftar materi perkuliahan. Semua mata kuliah itu, satu pun ternyata tidak
ada yang mengarah pada hal yang kratif. Padahal, sesungguhnya pilihan untuk
mengambil jurusan ini telah didasari sebelumnya oleh sebuah harapan dan
cita-cita, yakni keinginan menjadi seorang penyair.
Malang melintang ini muncul karena memang semenjak di SLTP
hobi menulis puisi dan main drama telah menjadi impian yang ingin diwujudkan.
Apalagi di SLTA, puisi dan drama pun telah menjadi kegiatan faforit yang begitu
meyenangan. Maklum, di MAN Kotobaru Padangpanjang tempat dimana saya menimba
ilmu memang memberikan peluang yang besar untuk ini. Kegiatan drama, sastra dan
jurnalistik telah menjadi kegiatan keseharian.
Sanggar Labora, pimpinan seorang guru Kimia, Biologi, Fisika,
dan sekaligus Guru Labor yang kami panggil “Ayah” itu telah menempa saya dan
kawan-kawan lainnya untuk selalu berkarya. Havids Tanjung namanya. Selain
wartawan di Haluan, dia juga menulis naskah drama dan beberapa judul cerbungnya
dimuat di koran tersebut. Sebagai seorang guru yang inspiratif, dia telah
memposisikan saya sebagai deretan siswa yang termasuk beruntung. Berita dan
puisi yang saya tulis telah pula dimuat media massa pada usia 17 tahun.
Untung saja kekecewaan saya di kampus Situjuh itu tidak
berlangsung lama. Ini disebabkan beberapa kakak tingkat dengan kegiatannya
dapat menarik perhatian saya. Diantara mereka ternyata adalah penulis yang
tulisannya pernah saya baca di media
massa sebelum masuk ke kampus ini. Antara lain adalah Ikhen Yusman, yang
ternyata akhirnya saya ketahui dengan nama asli M. Yusuf. Kemudian Ivan Adilla,
dia memang adalah orang yang telah saya kenal sebelumnya. Selain kakak tingkat
di kampus ini, kami memang satu alamater sebelumnya ketika masih berada di MAN
Kotobaru Padangpanjang. Saya adalah juga orang yang menggantikan posisinya di
kepengurusan OSIS ketika dia mau tamat.
Sebagai siswa yang dulunya aktif, kemudian bertemu pula
dengan suasana kampus dengan mahasiswanya yang aktif telah menjadikan saya lupa
akan kekecewaan itu. Kehidupan di kampus pun saya ikuti dengan frekuensi yang
cukup tinggi. Dengan begitu, saya telah kembali pada diri sendiri dengan
kebiasaan yang tak jauh berbeda dengan yang sebelumnya ketika masih berada di
SLTA.
Peningkatan dalam hal bacaan dan kemudian kembali melanjutkan
kebiasaan menulis telah membuat kenyamanan tersendiri. Apalagi suasana dan
komunikasi yang bersahabat dengan kakak tingkat kian tumbuh menjadi
persaudaraan. Posisi kampus Fak. Sastra yang terpisah dengan Fakultas lainnya
dan berada pada ruang yang sempit kian memperkuat ikatan itu.
CATATAN KETIKA
Ketika aktivitas dan gairah kreativitas di kampus menubuh
dalam kehidupan keseharian mahasiswanya maka banyak hal yang tak terduga muncul
ke permukaan. Membaca, diskusi, menulis, dan kemudian berdebat di tongkrongan
pada sebuah lorong kampus yang sempit tentang filosofi sebuah karya akhirnya
mampu menguak pengetahuan penting yang tidak hanya sekedar paham akan materi
perkuliahan.
Suasana kampus Fakultas Sastra Unand yang kecil, sumpek dan
tersudut di Jalan Situjuh itu menjadi saksi pergulatan pemikiran tentang
sastra, teater, ilmu pengetahuan dan kenangan. Perkuliaan berjalan, kreativitas
berjalan, eksistensi pun tumbuh dan melahirkan kenyataan dalam bentuk kelompok yang
muncul hampir berbarengan. Begitulah gambaran maraknya aktivitas mahasiswa
Jurusan Sastra Indonesia sebagai salah satu jurusan di Fakultas Sastra
Universitas Andalas.
Salah satunya adalah ‘Teater LANGKAH’. Lahirnya grup Teater Mahasiswa
yang bernama ‘Langkah’ ini tentu saja berawal dari rangsangan kreativitas tentang
beberapa aktivitas yang terjadi sebelumnya. Dan tentu pula berhubungan erat
dengan pementasan atau seni pertunjukan. Mencermati hal semacam ini, beberapa
perkiraan sebagai sebab munculnya keinginan untuk mendirikan grup ini bisa
diraba.
Pada tahun 1986 ada beberapa peristiwa yang sempat saya
ingat; (1) Pertemuan Teater Indonesia diadakan di Padang dan bertempat di
Bioskop Raya Padang, (2) Lustrum
Universitas Andalas, yang perigatannya dilaksanakan di Auditorium Universitas
Andalas Jalan Perintis Kemerdekaan 77
Padang, dan (3) Lahirnya Majalah Sastra dan Budaya ‘Bobot’ oleh mahasiswa Jurusan
Sastra Indonesia. Semua itu tentu saja merupakan stimulan kreatif yang berdampak
positif tentang kemunculan sinyal untuk
berdirinya Teater LANGKAH.
Dari paparan peristiwa tahun 1986 tersebut -- ketika itu
Fakultas Sastra baru berumur 4 tahun – dan dengan bangunan informasi yang demikian,
tentu saja dapat dipastikan bahwa
semangat mahasiswa Sastra ndonesia sedang enerjik-enerjiknya. Bukankah
angka 4 tahun, jika dihitung secara semesteran, maka mahasiswa sastra baru berada
pada tingkat akhir dan belum ada yang tamat atau diwisuda. Artinya, kelengkapan
SKS perkuliahan baru saja penuh terlaksana bagi mahasiswanya. Dan sebagai
mahasiswa yang baru berada di tingkat II tentu pula saya tengah berada dalam
aktivitas yang sangat bersemangat.
Masih segar dalam ingatan, waktu itu Syafril (Prel T) ingin menyiapkan
Dramatisasi Puisi karya Chairil Anwar untuk dipentaskan di Auditorium Unand
pada peringatan Lustrum Universitas. Begitu pula tentang pengalaman bagaimana
sulit dan susahnya proses untuk menerbitkan sebuah Majalah Sastra dan Budaya ‘BOBOT’
yang disiapkan untuk naik cetak di sebuah percetakan ayahnya kawan, yakni Gusti
Purnama Esha (Anggun). Atau bagaimana semangat dan bergairahnya mahasiswa
sastra menonton pementasan grup teater terpilih yang datang dari berbagai kota
di Indonesia pada Pertemuan Teater Indonesia yang dilaksanakan di Padang,
Sumatera Barat. Semua itu terang dalam ingatan.
Teater LANGKAH itu memang terlahir dari gairah yang sempurna.
Dari mahasiswa-mahasiswa Sastra Indonesia yang memang aktif di dunia
kepenulisan sastra, organisasi kemahasiswaan, serta tertarik pada dunia pertunjukan.
Sebagai salah seorang Pengurus Inti di Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia saat
itu, maka saya termasuk salah seorang Pendiri dari grup ini. Penamaan Teater LANGKAH diambil
dari filosofi ‘gerak’ dalam dunia Silat Minangkabau yang filosofinya bermakna
tentang kesiapan penuh dan utuh, yang di dalamnya termasuk kewaspadaan,
pitunggul atau kuda-kuda. Artinya, bahwa grup teater mahasiswa ini memang
diniatkan selalu matang serta memiliki referensi yang kuat dalam hal keilmuan dan
kreativitas.
Dengan adanya mata kuliah Kajian Drama Indonesa (KDI) di
jurusan Sastra Indonesia semakin memantik Grup Teater Langkah menjadi lebih
bergairah dan semakin menyala. Mahasiswa yang terlibat pada mata kuliah KDI ini
pun dengan semangat penuh, memiliki keyakinan dalam berkarya serta menggarap
sebuah pertunjukan. Wisran Hadi sebagai dosen KDI ini adalah Seniman dan
seorang tokoh kenamaan. Dia kadang bisa berperan sebagai ‘Guru’ dan juga
terkadang menjadi seorang ‘Bapak’ terhadap anak bagi mahasiswanya. Dia memang
tokoh Teater Indonesia yang kuat yang selalu memberi semangat dan arahan bagi pengurus
Teater Langkah.
Dalam pemetaan Teater Mahasiswa di Indonesia, Teater LANGKAH adalah
grup yang terbilang awal dan memiliki peran penting bagi perkembangan teater kampus.
Kiprahnya yang fenomenal adalah mampu dan sukses menyelenggarakan event
Pertemuan Teater Mahasiswa (PTM) dan Sanggar Se-Sumatera tahun 1989. Event ini
menjadi caatatan sejarah bagi perkembangan Teater Mahasiswa Indonesia,
khususnya di Sumatera. Aceh, Medan, Bengkulu, Lampung, Jambi, Riau, dan Padang bersilaturrahmi
melalui karya pertunjukan.
Design penggarapan event pun tertata rapi. Satu bulan sebelum
acara berlangsung semua informasi tentang grup yang akan hadir pada PTM telah
dipublikaskan. Naskah, pemain, sutradara dan asal peserta telah diketahui
khalayak. Calon penonton pun telah diberi tahu sebelumnya tentang apa yang akan
dipentaskan, karena resensi karya masing-masing peserta PTM pun telah terlebih
dahulu dimuat media massa.
Keterlibatan Kelompok Penulis Situjuh (KPS), yang merupakan
perkumpulan penulis dari jurusan Sastra Indonesia turut berpartisipasi secara
aktif. Mereka berusaha menempelkan klipping tulisan yang telah dimuat di koran
pada sebuah sudut di dinding Kampus. Begitu pula, menyusul dengan kesuksesan
PTM berikutnya yang melibatkan Perguruan Tinggi Negeri Se-Indonesia Wilayah
Barat. Pada Pertemuan Teater Mahasiswa ’90 ini, terasa betul kerja keras dan
proses kekompakan panitianya.
Selain event Pertemuan Teater Mahasiswa dan latihan alam di
Pantai Air Manis, Teater LANGKAH melalui kiprahnya yang tak diragukan akhirnya
membidani lahirnya KPDTI (Kelompok Pengkajian dan Doumentasi Teater Indonesia)
yang kemudian pada tahun 1991 berhasil menggarap event Parade Teater Taman di
Museum Adityawarman Padang. Para peserta semuanya bergerak dari kampus dengan
berjalan kaki menuju museum dengan memakai bakiak (Tangkelek). Dengan iringan
musik para pemusik Teater mereka melakukan performance di jalanan dengan
ditingkahi suara alas kaki.
CATATAN SELEPAS
Setelah tamat dan meninggalkan Kampus Fakultas Sastra
Universitas Andalas, dengan modal pengalaman bahwa pernah membangun dan
mendirikan grup, kelompok dan sanggar di kampus seperti grup Teater Langkah,
KPS (Kelompok Penulis Situjuh) 1987, dan dangau seni RELL (SanggarKepenulisan
dan Pementasan) tahun 1989, kemudian saya pun meninggalkan Padang dan berniat
untuk hidup di Jakarta.
Kenyataan berkata lain, A.A. Navis dan Wisran Hadi meminta
saya untuk bersedia megajar di SMA Plus
INS Kayutanam. Maka, pada tahun 1993-1998 saya hidup sebagai Staf Penddik di di
sekolah tua yang didirikan tahun 1926 oleh Moh. Sjafei, yang pernah menjabat
sebagai Mentri PDK Kabinet Sjahrir II itu. Di sini pun sempat
terlibat penuh dalam event PSN 1987, dan Teater LANGKAH pun tercatat sebagai
sebuah grup yang ikut mengisi pertunjukan.
Hidup memang mengajarkan jalannya sendiri-sendiri bagi
manusia. Saya keluar dan memutuskan untuk tidak memilih menjadi pengajar.
Kemudian, kembali turun ke jalan dan mendirikan KPJ Minang Plaza yang hari ini telah
memunculkan nama-nama baru penyanyi Minang, antara lain, seperti; John Kinawa,
Febian, Iwan Paraw, Sabam Nainggolan dan lain-lain. Sebagai Pengamen dan
penulis lepas di beberapa media massa serta Kolumnis ‘Orasi Budaya’ di Koran
Padang Ekspres waktu itu cukup membuat saya begitu berarti.
Dengan modal itu semua, pengalaman berteater dan menulis,
kemampuan intelektual dan pengetahuan lapangan yang cukup di jalanan akhirnya saya
kembali pada tujuan semula dan memilih untuk melakukan perjalanan kreatif ke
berbagai kota di Indonesia: Sumatera, Jawa, Bali, dan akhirnya memilih tinggal
dan memiliki KTP DKI. Persinggahan yang sering saya pilih dalam perjalanan
kreatif itu selain tongkrongan di jalanan adalah kampus-kampus, dan turut
terlibat membina kegiatan kreatif mahasiswa baik sastra, rupa, musik, maupun
teater.
Teater LANGKAH memang berpengaruh besar dalam beberapa
kegiatan yang saya lakukan. Beberapa kampus selalu memberikan peluang untuk
mengekspresikan diri. Dengan begitu saya kembali seakan menjadi mahasiswa lagi dan
berada dalam dunia kreativitas di kampus. Terkadang dipercaya membina grup, terkadang
pula memberi workshop atau menjadi juri.
Pengembaraan dan persingahan memang hadir sesuai perjalanan.
Kadang kaki begtu paham untuk berhenti begitu saja di tempat-tempat yang selalu
ada kegiatan kreatifnya. Antara lain; Teater Sisi Umsu, LKK Unimed, Arca 52
ITM, IKJ, Teater Korek Unisma Bekasi, Unas, Unpak Bogor, Untirta Serang, Upi
Bandung dan sederetan lagi kampus lainnya yang tak mungkin dituliskan satu per
satu.
Kondisi Teater Mahasiswa di kampus manapun seakan sama saja
keadaan dan problemanya. Ada pasang-naik dan surutnya. Berkaca dari kenyataan
seperti itu, melalui pengamatan yang telah dilakukan, memang diperlukan adanya cara
pandang yang tepat dan mesti dimiliki oleh grup Teater Kampus. Banyak persoalan
sesungguhnya yang telah menimpa. Kebijakan dari pihak kampus; mulai dari
Rektorat, Dekanat, atau pun pihak Jurusan serta hal lain yang berkaitan dengan
gaya hidup mahasiswa sangatlah berpengaruh sebagai faktor penentu.
Andaikan kenyataan tersebut dihadapkan untuk melihat kampus
hari ini dan kemudian membandingkannya dengan kenyataan kampus di zaman ketika grup
Teater LANGKAH awal berdiri dan berkiprah, tentu saja ini sesuatu yang tidak
tepat. Terlalu jauh jangkauan yang mesti dkerucutkan untuk mengkristalkannya. Analogi
kasar barangkali dapat diambil untuk ini: dulu, Polisi saja masuk ke dalam
kampus tidak akan pernah ada yang berani karena mahasiswa sadar bahwa kampus
adalah masyarakat ilmiah, tapi kini, Sekuriti kampus saja bisa mementung
mahasiswa.
Dengan begitu, kegiatan teater di kampus jadi terpuruk dan
hanya mampu berfungsi secara mikro. Sementara, pergantian periode dan
regenerasi teater pun masih merupakan persoalan yang kadang sulit untuk diatasi.
Maka adalah hal yang wajar jika banyak dari grup teater mahasiswa yang tak mampu
berpikir besar. Bahkan juga, mereka malah tidak tahu lagi kapan hari lahir Grup Teater mereka.
Pernah pada suatu ketika, kawan-kawan teater mahasiswa di
sebuah kampus mengundang saya untuk panggung dan sekalian merayakan ulang tahun
saya sendiri. Ini memang mereka lakukan sebagai bentuk penghargaan karena saya pernah
bersentuhan secara kreatif dengan program mereka. Dikarenakan grup ini tidak
ingat lagi kapan tanggal dan bulan lahirnya, akhirnya mereka menjadikan event
pertunjukan itu sebagai hari jadi mereka. Sampai hari ini pun, tanggal dan
bulan itu selalu mereka peringati setiap tahun sebagai hari jadi grup teater
mereka.
PENUTUP
Tulisan ini memang merupakan catatan personal saja, berisikan
hal-hal yang selintas pintas tentang
butir-butir kenangan yang berkenaan dengan perjalanan kreatif di kampus
dan di dalam dunia kesenian yang saya geluti. Sebagai sebuah catatan, pada
penggalan-penggalan peristiwanya sengaja saya sisipkan beberapa tulisan, berupa
klippingan koran yang sempat terdokumentasikan.
Teater LANGKAH bagi saya sesungguhnya adalah kelompok yang
tidak sektoral karena tidak dapat berdiri sendiri begitu saja tanpa ada ikatan
yag erat dengan kelompok pada genre lain sebagaimana proses kelahirannya. Ada
hal yang saling mengisi dan memberi dalam bentuk aktivitasnya. Kelompok
penulisan sebagai salah satunya. Dengan demikian, hidup dan beryawanya sebuah
grup teater mesti ada catatannya.
Pendokumentasian, sebagai salah satu bahan kajian teater adalah
modal utama yang dapat menghidupkan grup
ini untuk bisa berbicara pada generasi berikutnya. Bagi Jurusan Sastra
Indonesia, kelengkapan wadah untuk hal tersebut sudah disiapkan sebelumnya dan
tinggal menyesuaikannya saja berdasarkan kebutuhan. Kalaulah hal ini bisa
berjalan sebagaimana mestinya Ikatan Alumni Teater pun akan bisa difungsikan.
Kelompok Pengkajian dan Dokumentasi Teater Indonesia (KPDTI)
yang telah ada mestinya dibicarakan lagi,
dan kalau bisa ditambal-sulam sebagaimana yang dibutuhkan dan kiprahnya juga dapat menjadi lebih luas dan fungsinya
pun tentu dapat memberikan angin sejuk bagi perkembangan Teater Mahasiswa. Selain
memuat Seni dan Ilmu, tentu pula dokumentasi yang ada di dalamnya dapat menambah
wawasan mahasiswa untuk mampu berkarya
lebih baik dan juga dapat meningkatkan keilmuan yang tengah digeluti.
Demikian tulisan ringan ini, semoga saja tidak bermakna
ringan dalam bobot karya dan nilai kreativitas yang akan lahir sesudahnya. Dan
tentu pula ini akan selalu berkelanjutan bagi proses kreatif anggota Teater
LANGKAH ke depan. Hal ini disebabkan karena sudah sewajarnya grup Teater
LANGKAH hadir dan berbicara di permukaan Teater Mahasiswa Indonesia dengan
kualitas dan gayanya yang tersendiri pula. Bangunan komunikasi, Ikatan Alumni Teater, KPDTI, serta semangat
dan cara pandang serta langkah memang sudah semestinya untuk diperbaharui.
Jakarta, 20 September 2016
Pantai Air Manis; Masih kuingat sedang memegang langit yang hampir runtuh.
ReplyDeleteJangan-jangan lagi memanggil Tentara Langit untuk turun ke bumi: banyak cengkrama senjata yang telah mengukir dunia Sarji.. hehehe
DeleteSalam
Catatan: Semoga baik dan sehat.
Pantun-pannya keren tuh...
Pengen melisankannya juga aku.