Oleh Irman
Syah
Ketika minum
kopi di pagi hari, sembari melihat kondisi masyarakat yang tengah disibukkan
oleh cara pandang luar negeri, apa pun itu, baik perihal pengetahuan, gaya
hidup, hingga spirit, serta segala macam hal lainnya, kebutuhan pegetahuan dan
informasi kini telah berkiblat pada berita dan akses jaringan internet. Maka,
sudah sepantasnyalah ada pemikiran tulus untuk kembali merujuk sejarah dan
nilai perjuangan serta usal-usul dan ikonitas. Dari hal semacam ini, tentulah
generasi berikutnya tidak akan gamang dalam menghadapi kenyataan
.
Gedung Juang.
Iya, Gedung Tinggi yang terletak di sebelah Barat Pasar Kecamatan Tambun
Selatan, atau tepatnya di Jalan Sultan Hasanuddin no. 5 Bekasi ini adalah
sebuah bangunan tua yang kokoh dan memiliki nilai dengan muatan sejarah yang
perlu dilestarikan. Cagar Budaya semacam ini dapat difungsikan sebagai
tolak-ukur semangat dan nilai patriotik rakyat Bekasi dalam menghadapi
kenyataan secara Global. Apalagi, daerah yang sesungguhnya terminal dan
persinggahan di zaman dahulu ini tentulah pada fungsinya disaat-saat tertentu
akan kembali berulang menjadi sebuah peta kekuatan.
Dalam hal
ini, bangunan bersejarah memang sudah selayaknya dijadikan fokus dalam menilik
akar dan sumber keberadaan eksistensi daerah dalam mengukuhkan harkat dan harga
diri. Bukankah untuk sebuah bangunan dengan arsitektur yang tercipta megah itu
sesungguhnya merupakan cita-rasa utuh yang sudah tentu memiliki alasan yang
sangat kuat, baik secara tempat, strategi dan kandungan tanah berdirinya
bangunan. Kelemahan Antropologi dan arkeologi bagi tamatan perguruan tinggi di
negeri ini terasa betul kurang memperhatikannya. Sejarah, bagaimanapun itu
tetap punya kaitan erat dengan aplikasi keilmuan di atas. Makanya, jarang
sekali ditemukan hakikat yang sesungguhnya dari kekuataan wacana yang
dimunculkan.
Kalaulah
Gedung Juang berhasil dijadikan Cagar Budaya, maka ke depannya akan bisa
ditemukan etimologi budaya daerah Bekasi yang memang merupakan daerah yang
memiliki aturan dan tradisi yang kuat ketika berhadapan dengan semua pihak, dan
untuk kemudian menerima kedatangan beragam suku bangsa di nusantara secara
adaptatif. Dengan begitu, akan ada semacam kelahiran baru bagi Bekasi, sebentuk
Restorasi Meiji di Jepang yang mampu menjadikannya negara terkemuka. Analogi semacam
ini bukanlah sesuatu yang mengada-ada, tapi memang pada dasarnya sejarah negeri
ini telah memiliki kekuatan untuk itu.
Gedung juang
akan menjadi sentral bagi kreatifitas generasi muda dalam berbahasa melalui
seni dan budaya dengan tidak mengubah fungsinya. Cagar Budaya terhadap Gedung
Juang yang semacam ini hendaknya didukung sepenuhnya oleh semua lapisan
masyarakat dan tentu pula dengan cara pandang yang makro: ini bukan berarti
mengecilkan makna keaslian bagi nilai kekayaan budaya dan keunikan daerah ini,
tapi kreasi yang mengakar secara fundamental dari apa yang pernah ada
sebelumnya.
Jangan pula
sampai melihat dengan sisi mikronya, karena memang minum kopi di pagi hari yang
lebih nikmat sembari melihat kondisi negeri yang serba online ini bukanlah pakai batok kelapa, tapi
dengan gelas di tangan yang ada pegangannya karena lebih praktis dan tak
gampang jatuh serta terkesan adaptatif. Apalagi dengan banyaknya bunyi kendraan
yang berlalu lalang dengan derunya sangat memancing pergerakan untuk senantiasa
sigap dan tangkas dalam menghadapi segala tantangan dari zaman ke zaman.
RoKe’S, 25 April 2013
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI