Tak banyak catatan yang dapat diikuti dengan sempura untuk bisa megetahui tentang apa yang sesungguhnya terjadi di dalam negeri yang indah ini. Begitu banyak ragam dan bentangan perjalanan bangsa yang telah dilalui oleh pendahulu negeri dalam mengisi dan menyiapkan bangunan yang tepat, baik struktur atau pun aturan yang semestinya. Semua tercermin dari segala aspek kehidupan, baik dalam perkembangan kemajuan atau pun melalui keterseokan perjalanan yang dialami oleh kapal peradaban negeri ini.
Dalam kehidupan tradisi di masing-masing daerah, perjalanan kehidupan dengan segala tata-aturan yang menjadi pegangan bersosialisasi biasanya selalu ada dan termaktub di dalam idiom-idiom dan petuah-petuah yang lahir di zamannya. Selain kelisanan itu, terdapat juga beberapa patokan pada karya, baik di dalam tulisan berbentuk syair, gurindam dan lain sebagainya, yang kesemuanya telah menjadikan bangunan ketenangan jiwa di dalam diri masyarakat pendukungnya. Hidup mengalir begitu saja dengan kekerabatan yang terbina bagi masing-masing manusianya.
Perkembangan dan pergantian rezim serta kekuasaan yang
tercipta sesudahnya dalam perjalanan negeri ini serta dengan segala percaturannya,
terkadang membangun perselisihan dan
pertengkaran tersendiri pula pada ruang internal tanah air, yang lingkup
cakupannya pun begitu rata. Semua berpengaruh pada tatanan dan kebiasaan masyarakat
yang mendukung serta berdampak pada kenyamanan tradisi mereka dalam menjalani
kehidupannya. Hal inilah yang membuat masyarakat tak bisa lagi pulang untuk dapat
mengenal kesejatian diri mereka.
Kesejatian diri bagi mayarakat bukanlah sekedar seremoni biasa,
atau sebagaimana mereka ikut terlibat dalam mendukung proram kekuasaan yang -- pada
dasarnya lebih cendrung bernuansa politis -- meski pun itu juga dengan membawa serta
kesenian tradisi dan melibatkan unsur yang ada dalam kehidupan masyarakat itu
sendiri. Ketika seremoni itu yang hadir lebih dominan maka yang terjadi
sesudahnya adalah, kesenian tak lagi mengakar dari hidup yang menggejala dari
nafas kehidupan.
Begitu pula senimannya, karena uang adalah sesuatu yang
primadona, sedang sumber uang ada dan banyak di acara seremoni atau event yang
diprogramkan itu maka ini pun ikut andil pula dalam laju-mundurnya nilai
kesenian. Kesenian berdasarkan proyek kian menjadi incaran, padahal bukanlah sesuatu utuh dalam mewakili
kehendak artistic yang dimiliki. Jadi, banyak hal yang membuat laju kehidupan seni
dan kebudayaan jadi terkendala oleh pesan-pesan yang ditampilkan dalam kesenian
yang didesign oleh koordinat dari kelompok tertentu.
Berangkat dari kenyataan semacam ini, memang sangat diperlukan
kematangan dan kedewasaan berkarya agar nantinya tidak terjerembab dalam usaha penciptaan
yang kadang tidak begitu berpengaruh pada bangunan kenyataan dan keinginn yang
sesungguhnya, apalagi perihal tradisi
dan kebudayaan. Jika ini terlupakan maka yang lahir kemudian adalah kehidupan
yang sesungguhnya jadi berjarak dengan apa yang diucapkan oleh seremoni kesenian,
sementara kesenian yang mengakar jadi terlepas perkembangan dari masyarakatnya
sendiri.
Tak banyak catatan yang dapat diikuti untuk megetahui apa
yang sesungguhnya terjadi di dalam negeri yang indah ini. Kesenian yang
diharapkan mampu menjelaskan secara estetis nilai sejarah dan keberadaan
peradaban telah pula tertinggal disebabkan oleh pandangan ekonomi dan
kesenjangan social yang menganga. Ini berakibat memang pada nilai kreativitas.
Beberapa anomali dapat terlihat dari kecendrungan senimannya dalam menghasilkan
karya.
Sejarah sebagaimana diketahui tercipta dari ketergantungan
politik dan kekuasaan itu telah menjauhkan kenyataan pada hakikat yang
sebenarnya. Jika kesenian dan anomali kreativitas berdasarkan rezim kekuasaan ini
menjadi tumpuan karya bagi seniman, maka sejarah akan kehilangan tongkatnya dua kali. Pertama oleh
sejarah itu sendiri dan yang kedua oleh hakikat nilai perjalanan hidup manusia
yang ada dalam kesenian itu sendri.
RoKe’S, 26 November 2015
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI