Oleh Irman
Syah
Membagun kehidupan dengan keutuhan yang sempurna adalah
kerinduan manusia sepanjang masa. Sebagai sebuah jarak, tentulah akan
bertalu-talu bunyi yang mampu menyampaikan: itu pun semacam suara yang mesti
ditelisik terlebih dahulu berdasarkan ketajaman telinga dengan pendengarannya melalui
penilaian matahati yang sempurna pula tentu.
Sesungguhnya ada beberapa pandangan dan patokan yang semesti
dipertimbangkan. Perjalanan sejarah manusia berdasarkan peninggalannya melalui
Antropologi Budaya serta perkembangan zaman yang telah bergerak dengan
dinamisasi yang tak terukur. Ini disebabkan ketimpangan perangkat ilmu
pengetahuan yang dimiliki manusianya berdasarkan tuntutan ekonomi yang mesti
dia penuhi saban waktu.
Betapa banyak ilmuawan yang akhirnya bekerja di tempat tertentu
sebagai apa pun yang dipilihnya dan itu pun bukan berdasakan ilmu yang
dimilikinya berdasarkan sekolah atau perguruan tinggi yang telah dia tamatkan. Kehidupan
berjalan begitu saja. Kenyataan semacam ini telah membuat manusia Indonesia
bekerja hanyalah berdasarkan tuntutan ekonomi dan bukan skill yang dimiliki.
Adalah sebuah hal yang biasa saja di negeri ini bila seorang yang
bekerja di Bank, sementara diploma atau ijazah yang dimilikinya adalah sarjana
Sastra Indonesia. Begtu juga di desk media massa, dan Ini terjadi hampir di
banyak kantor dan perusahaan. Kalaulah demikian, tentu saja bisa disimpulkan
semacam asumsi ringan, bahwa banyak orang di negeri ini yang bekerja di kantor pemerintahan
atau di perusahaan adalah manusia yang sesungguhnya tidak memenuhi syarat ideal
berdasarkan tuntutan profesional.
Kalaulah demikian yang terjadi apalah pula hendak dikata:
semua bidang dan gerak kehidupan manusia di negeri telah diatur dan dikerjakan
oleh orang-orang yang sesungguhnya tidak tepat. Karenanya, ketimpangan
informasi, kesalahan dan penyalahgunaan wewenang akan bisa tercipta begitu
saja. Apalagi persoalan kebudayaan. Bukankah semua seluk beluk karya dan cipta
manusia ada dalam rangkumannya. Dengan begitu usaha keras dan semangat saja
tidak cukup untuk mengungkapkan kasus dan fenomena yang terjadi di sekitar
kita.
Andai hal semacam ini dalam kenyataannya dihubungkan dengan
Situs Buni di Babelan yang kini marak diteriakkan, tentulah amat membutuhkan
perangkat kuat serta kemampuan yang memadai untuk mengungkapkan hakikat serta
nilai kandungannya. Dengan begitu akan terciptalah ‘semangat’ serasa dan sekata
untuk itu. Usaha dan program pun tentu
akan tercipta karenanya. Adalah sesuatu yang percuma kalau hal besar semacam
ini hanya diteriakkan dalam berita-berita saja tanpa adanya lakuan yang berarti
untu menyelamatkannya.
“Perhiasan emas dan periuk, tempayan, beliung, logam
perunggu, logam besi, gelang kaca, manik-manik batu dan kaca, tulang belulang
manusia, serta sejumlah besar gerabah bentuk wadah” itu, hanyalah materi dalam bentuk fisiknya:
tapi kandungan nilai dan catatan yang dimilikinya tentulah lebih berharga lagi.
Lebih mampu membahasakan kenyataan ke depannya.
Membunyikan kebudayaan bukanlah sekedar membahasakannya ke
permukaan, tapi lebih penting lagi menyikapi dan memahaminya terlebih dahulu
dalam keutuhan kehidupan. Dengan begitu cara mengungkapkan bunyi itu menjadi
lebih berbunyi dan harmoninya akan membangunkan kesadaran bersama perihal kenyataan:
baik masalalu, masakini dan masadepan!
RoKeS, 10 Januari 2013
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI