SETIAP WARGA kota Bekasi pastilah merindukan kehidupan kotanya
yang bersahabat: maju, jaya, damai dan mulia. Harapan ini bukanlah keinginan
sepihak, tapi semua masyarakat yang bernaung di dalamnya. Bukankah tegur-sapa, saling perhatian serta bangunan
kenyamanan semacam itu adalah kebutuan rohani manusia. Karenanya, menjelang
pemilihan Kepala Daerah biasanya bahasa-bahasa yang berseliweran akan muncul dan kian bermunculan.
Semoga saja suara yang berakar dari kedalaman jiwalah yang
dominan: yakni suara dari bahasa batin yang telah mempertemukan rasa dan
pikiran. Dengan begitu, sikap dari kedawasaan berpikir dan bertindak akan
menjadi cerminan kehidupan masa datang. Bayangan dan rayuan pasti menjelang dan
minta diparenai dengan seksama. Tinggal bangunan kesadaran dan hakikat tujuan
hidup warga kota yang perlu dipertimbangkan serta diluruskan.
Pelurusan ini tentulah tidak segampang membalik
telapak-tangan. Beragam kepentingan akan muncul dan membiakkan pendapatnya
untuk mendukung calon yang dia inginkan. Mereka akan datang dengan kemanisan
kata-kata atau iming-iming yang melenakan. Hal semacam ini memang merupakan
rutinitas masyarakat ketika mau memilih calon pemimpinnya. Mungkin ada hal
penting yang tak boleh diabaikan. Bangunan komunikasi yang baik, tepat, dan
harmoni perlu dihadirkan. Dengan begitu takkan pernah ada lagi yang merasa
tertipu kareanya.
Ketika jaringan komunikasi kian merambah kehidupan masyarakat,
dan semua telah diantarkan oleh beragam perangkatnya, tentu masyarakat perlu jeli dalam menyimak dan
menganalisa wacana serta pendapat perseorangan
atau kelompok yang memeriahkan pesta demokrasi. Salah sedikit saja akan
membuat kemuraman kota satu periode kepemimpinan. Muram tentulah akrab dengan
buram, kekaburan, kelam dan pada akhirnya gelap yang mengungkung. Penyesalan
hanyalah sebuah kesia-siaan belaka.
Pendapat ini bukanlah mengada-ada: politik yang saat ini
terus bergejolak dan bergairah serta empuk di mata kapital telah menjadi ajang
sentral bagi segenap penjuru. Manusia atau pun institusi dan elemen sosial kian
bergolak dengan lenggangnya yang aduhai sesuai skenario dan kecanggihan
aktornya. Semoga saja suara hati nurani untuk Bekasi tetap terbit dari
kedalaman hati yang putih, sesuci asal yang menciptakannya.
Mengingat dan mengapungkan kembali ‘Dialog dan Bincang Santai’
yang dilakukan Sastra Kalimalang lebih kurang sebulan yang lalu perihal
kebudayaan tentulah akan ada dampaknya bagi kecerdasan masyarakat: masukan pula
bagi para calon itu sendiri. Kehadiran ke-5 pasangan calon secara bergiliran di
Bantaran Kalimalang dan dihadiri oleh beragam lapisan masyarakat tentulah
sebuah sejarah baru bagi kota ini. Pada waktu itulah didapatkan semacam
kesepakan pandangan tentang pentingnya kebudayaan sebagai tonggak peradaban.
Cara pandang ini mesti selalu diapungkan ke permukaan. Dengan
begitu, usaha untuk kembali pada bangunan kesadaran bahwa kelebihan dan
kekuatan adalah jalan terbaik dalam
mengungkapkan komunikasi.
Bukankah dengan begitu kekurangan dan kelemahan juga akan muncul
sendirinya. Untuk apa mendahulukan pembeberan kesalahan dan kekurangan, karena
akan melahirkan sakit hati, dendam, dan perpecahan sesudahnya. Para Jurnalis
yang baik dan jujur serta memiliki kemampuan yang komplekslah yang dibutuhkan
kota ini dalam membangun harmoni masyarakat patriotik degan segala seluk-
beluknya.**
Bekasi, 15 November 2012
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI