Oleh Irman
Syah
Tulisan ini sesungguhnya lebih kepada rangkuman kenyataan,
perihal situasi kekinian yang dialami pemuda bangsa hari ini. Dari sekian jauh
perjalanan negeri, hingga kini, pemudalah yang memiliki andil besar dalam
memberikan masukan dan gagasan yang cemerlang tentang kemajuan negeri.
Berdirinya Budi Utomo, komitmen Sumpah Pemuda, dan lainnya adalah bukti dari
kekuatan itu.
Bangunan yang didirikan mereka tersebut menjadi tonggak
sejarah yang begitu penting dalam pergerakan dan perjalanan hidup manusia
Indonesia dalam menyikapi hasil perjuangan para pemuda. Kekuatan dan darah muda
yang tersalurkan ke arah yang tepat tentu selalu akan bermakna dalam, bagi
kehidupan. Citraan yang dimunculkan adalah, pemuda menjadi sesuatu yang terpenting
dalam sejarah, kebudayaan dan nasionalisme dalam meujudkan kebangsaan.
Ketika semuanya telah berlalu, beberapa dasar dan tonggak
telah dipancangkan, patokan-patokan itu mulai menghilang dari kenyataan. Kejadian
demi kejadian seakan telah melumuri sejarah kebangsaan dengan kekaburan. Sulit untuk didapatkan lagi pemuda yang mampu
dengan tugas pribadinya dalam menimba ilmu
tapi juga meujudkan dirinya sebagai sentral yang mampu membangun lingkungan.
Hal semacam ini perlu dipertanyakan, diteliti dan kemudian ditemukan solusinya.
Apalagi sekarang, dengan banyaknya sekolah, perguruan tinggi
atau kursus-kursus keterampilan tapi malah membangun pertentangan dan
pertikaian bagi pemudanya. Beragam Fakultas, jurusan, dan spesialisasi atau
sekolah kejuruan, umum, swasta dan negeri seakan tidak berarti bagi
perkembangan akhlak dan budi pekerti manusianya. Bukankah pendidikan dan ilmu
pengetahuan sesungguhnya akan membuat menusia semakin tunduk pada hakikat
kehidupan?
Demikianlah negeri ini bercelak, berwarna, dan kemudian
mempengaruhi keadaan hingga menjadi sesuatu yang aneh dan tidak sesuai dengan
apa yang inginkan. Pemuda hari ini telah terombang-ambing dengan lautan
persoalan yang sesungguhnya sepele, tapi malah kemudian menjatuhkan martabatnya
sendiri pada jurang terendah: benturan, pertengkaran, tawuran dan segala hal
yang membuat manusia lain terusik dan
memandang sinis.
Tak ada bedanya di kampus atau di sekolahan, kematian begitu
mudahnya tercipta hanya disebabkan oleh hal yang tidak masuk akal. Perlu adanya
kajian yang berpangkal dari kebudayaan karena kepintaran bukanlah berarti
apa-apa tanpa moral dan jiwa kebersamaan dalam lingkup yang makro dan universal.
Apalagi dalam alam yang ‘posmo kultural’ ini segala sesuatunya gampang jadi
pemicu perbedaan dan persaingan antar kepentingan. Dampak dari semua ini akan
melunturkan sikap hidup dan nilai-nilai yang telah tertanam sebelumnya.
Begitu banyak permainan dan kesenangan yang ditawarkan dunia
luar terhadap generasi muda. Semua diukur dengan uang. Keber-‘uang’-an seseoang
bisa saja membuat orang lain ikut terlbat dan kemudian terjerumus pada
kepentingan yang ada di belakangnya. Dilema semacam inilah yang perlu
diprioritaskan untuk diselesaikan oleh institusi dan badan-badan tertentu di
negeri ini melalui wadah aktivitas seni dan kebudayaan. Jangan asal memutuskan:
penyelesaian yang tidak selesai itu akan selalu memunculkan kenyataan yang sama
berulang-ulang.
Jakarta, 4 Okto0ber 202
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI