Perkembangan dan kemajuan negeri kelihatannya sangatlah
pesat. Dari segala lini kehidupan, negeri ini berusaha bercelak dan mensejajarkan
dirinya dengan negara-negara lain di dunia. Kenyataan ini terbukti dari usaha
yang telah dilakukan. Transportasi, telekomunikasi, dan kecanggihan lainnya dalam
bidang usaha serta ekonomi menjadi mengemuka dan kian muncul mengedepan. Semua
terpapar serta membangun ceritanya sendiri.
Begitu pula dengan masyarakatnya. Semua berbondong-bondong
untuk kelihatan sama dan sejajar pula dengan gaya hidup masyarakat di belahan
dunia sana. Cerminan ini pun dipakai pula di segenap lini kehidupan. Maka, nyatalah
bahwa kehidupan kebangsaan mesti menjadi sesuatu yang mesti siap bersaing dan
bertarung dengan kondisi yang datang dari dunia luar. Begitulah sekedar
gambaran yang dapat dilihat dalam keseharian kehidupan kebangsaan.
Di sisi lain, secara internal negeri ini kian rawan dengan
kenyataan keseharian. Hal ini pun tentu dapat memperburuk keadaan dalam negeri.
Pertarungan dan pertikaian muncul tak terduga. Benturan datang dari sana-sini.
Kemajuan dan perkembangan tersebut ternyata membuat dampak tersendiri dalam
kehidupan personal dan masyarakatnya. Semua memproklamirkan diri bahwa seakan-akan
dialah yang telah berbuat banyak perihal kebaikan untuk negeri, tapi
sesungguhnya malah mencari keuntungan bagi diri pribadi.
Kalaulah demikian kenyataannya, wajar saja negeri ini menjadi
kian terlihat parah dan sakit. Beragam pertentangan dan komplikasi dikandunganya.
Jalan pemerintahan untuk kesatuan dan keutuhan negeri kian berbelok-belok,
penuh pendakian dan penurunan serta jurang yang menganga.
Persimpangan-persimpangan kian menawarkan dirinya di sana-sini. Lampu merah
memunculkan muka kusam dan lapar. Kendaraan yang lalu lalang mendentumkan musik
sesuka hati. Sementara di luar kaca, denting gitar kecil bocah-bocah
menderingkan koin-koin ekonomi.
Apa yang hendak dikata kalau kebudayaan telah menjadi anak
tiri di negeri sendiri. Orang-orang sibuk berhias mempercantik diri. Diskotik
dan lampu remang-remang menanti dengan senang hati. Mobil, taxi dan ribuan
motor menderumkan nasibnya ke ujung mimpi. Oplet-oplet jenis mikrolet dan
metromini melenggang kosong atau berderet dipersimpangan menunggun diisi. Perut
lapar di rumah pun tengah menanti. Iya, negeri ini kian sakit: moral, sopan
santun telah berubah lipatan kertas di kantong dan rekening untuk menumpuk
ekonomi.
Di negeri yang sakit apa pun bisa terjadi. Permainan-permainan
para petinggi mengukuhkannya jadi belati. Tanpa sebab dan karena ada saja yang
bunuh diri. Atau bisa juga semacam kegilaan trsendiri yang dengan sengaja menabrakkan
mobilnya ke mana suka. Berita mengapungkannya ke permukaan kata: aneh, negeri
yang gemahripah loh jinawi berubah
jadi neraka silang-sengketa. Bersahajalah sedikit, bertegur-sapalah dengan diri
sendiri biar hidup jadi berarti.
RoKe’S, 18 Oktober 2012
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI