Gunung Wilis di Selopanggung
Gunung Emas di Limapuluh Kota.
Jarak menghampar di dua gunung
Demikianlah rantau Tan Malaka
Oleh Irman Syah
Gundukan tanah yang memanjang dengan sebongkah batu sungai
sebagai penanda di Desa Selopanggung, di kaki Gunung Wilis itu kini telah
berganti nisan berpondasi semen segi empat yang memanjang dengan bendera merah
putih berbahan plat logam menancap diatasnya.
Di bawahnya bertuliskan “Ibrahim Datuk Tan Malaka,
Pahlawan Kemerdekaan Nasional Republik Indonesia” serta tulisan Keppres No 53
Tahun 1963, 28 Maret 1963. Informasi ini memang belum lama saya dapatkan dari beberapa media massa dan online.
Di lain tempat, tepatnya di Kecamatan Suliki Kelarasan
Bungo Setangkai, Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat, 142 Ninik
Mamak atau pemangku adat, Alim Ulama, Cerdik Pandai dan Bundo Kandung kembali
bersatu pada Sabtu 14 Januari 2017 dengan sebuah silaturahim.
“Ini adalah pertemuan yang pertama sejak 1948. Dua
keluarga dari garis ayah dan ibu Sutan Ibrahim Datuk Tan Malaka bisa berkumpul
menjadi satu kembali,“ tutur Wakil Bupati Lima Puluh Kota, Ferizal Ridwan.
Arak-arakan mulai digelar sejak pagi. Warga tumpah ruah di
jalanan. Ratusan pemangku adat berbaris panjang mengawali tahap
penyerahan mandat. Bundo Kanduang berada di belakang. Para wanita ini rata-rata
telah berusia senja. Beberapa di antaranya mengenakan baju adat Minang.
Sebuah surau berdiri sekitar 50 meter dari sana (rumah
orang tua Tan). Di surau itu Tan Malaka kecil pernah belajar mengaji
Alquran. Konon Tan Malaka sempat menjadi hafidz atau penghafal Quran. Tan
Malaka berdiam di sana hingga 1908, yakni sampai tamat sekolah rendah di
Suliki.
Keluarga yang runtuh sejak tahun 1948 itu menyatu padu
kembali demi sebuah hajat tentang pemulangan jasad Rajo Bungo Setangkai, Sutan
Ibrahim Datuk Tan Malaka.
Upacara adat dilaksanakan
di Balai Adat Pandam Gadang Kecamatan Suliki, Kelarasan Bungo Setangkai
(kerajaan) dan dengan resmi melimpahkan mandat kepada Tim Penjemput jasad Datuk
Tan Malaka di kaki Gunung Wilis, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten
Kediri, Provinsi Jawa Timur.
Secara simbolis pemangku adat juga telah menerimakan kitab
suci Alquran dan kain kafan kepada tim delegasi. Demikian
ungkap Ferizal Ridwan yang akan mengurus seluruh prasyarat, yakni baik syarat
administrasi hingga lobi-lobi. Rencananya tim delegasi akan menggelar haul Tan
Malaka di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada 21 Februari 2017 mendatang.
Targetnya semua selesai pada 13 April 2017, yakni saat
hari jadi Kabupaten Lima Puluh Kota. Jasad Tan Malaka akan dibawa dari kaki
Gunung Wilis dan akan ditanamkan di Gunung Emas. Andaikan Kediri tetap
bersikukuh mempertahankan kuburan Tan Malaka di Selopanggung maka masyarakat Minang
akan selalu memiliki tradisi, lebih mencari kebaikan daripada kebenaran semata.
Mengingat unsur alam terdiri dari api, angin (udara), air,
dan tanah, maka sebagai solusi dan jalan tengah, menurut Ferizal,
pihaknya cukup membawa segenggam tanah kuburan Tan Malaka. Artinya tim delegasi
cukup membawa pulang segenggam tanah. Tanah segenggam itulah yang menjadi
tanda dan bukti atas hak dan niat baik yang dimiliki. Namun prosesinya tetap
juga didahului dengan ritual upacara adat layaknya seorang penghulu kaum beserta
doa.
Dengan pemulangan jenazah Tan Malaka, Wakil Bupati Lima
Puluh Kota Ferizal Ridwan percaya dan menaruh harapan, bahwa ke depannya akan
ada bandar udara dan perguruan tinggi yang beratasnamakan Tan Malaka di
Kabupaten Lima Puluh Kota agar pemikirannya jadi mengakar bagi generasi muda. Meski
begitu tentu saja belum sebanding dengan jasa Tan Malaka terhadap bangsa dan
negeri ini.
Bekasi, 20 Januari 2017
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI