(Catatan Festival di Hari Puisi Indonesia)
Oleh Irman Syah
Musikalisasi Puisi:
MEMBICARAKAN Muskalisasi Puisi Indonesia dalam tahapan
apresiasi dan selanjutnya menjadi pilihan profesi tentulah sebuah wacana yang
luar biasa. Banyak kandungan persoalan dan makna yang tak terduga di dalamnya.
Walau pun begitu, tidak banyak pula orang yang mampu mengungkapkannya dari
mulai proses sampai teciptanya karya musikalisasi puisi itu dalam sebuah
pertujukan yang standard.
Hal ini disebabkan penafsiran puisi serta konsep yang
digunakan untuk itu bukanlah sesuatu yang simple dan biasa-biasa saja. Bukankah
dalam memahami karya sastra, khususnya puisi tidak serta merta bisa dilakukan
dengan satu pendekatan dan alakadarnya saja. Begitu pula dengan konsep yang
digunakan untuk penggarapan komposisi musikalnya .
Jika sebuah grup musikalisasi mampu melihat dan mencermati
puisi yang akan diangkat menjadi karya musikalisasi puisi dengan kesungguhan,
maka jendela-jendela kemungkinan tentang kenyataan puitik dari kandungan puisi
itu tentu akan membuka dengan lebarnya. Dengan begitu, sebuah puisi sebagai
sebuah dunia akan menjadi lahan lapang untuk dapat diisikan jadi elemen musikal
pendukungnya.
Kolofon (baik tanggal, bulan, tahun dan tempat di mana karya
itu ditulis), judul, asal-usul penyair, serta zaman yang melingkupi kelahiran
karya dan kajian ekstrinsik/intrinsiknya adalah kunci yang mesti dimiliki oleh
grup dalam menggarap karya. Dengan begitu, sebuah grup musikalisai puisi tentu
saja mesti memiliki penyair/apresiator sendiri pula. Langkah dasar yang diambil
dalam penggarapan karya ini akan menjadikan karya lebih kuat dan matang dengan
sendirinya.
Selain itu, pemilihan puisi yang akan dijadikan karya
musikalisasi puisi tentulah patokan awal yang mesti dipertimbangkan dengan
matang. Dalam sebuah lomba atau festival musikalisasi puisi hal semacam ini
sangat menentukan. Bukankah puisi yang kuat akan lebih menggema bila
dibandingkan dengan puisi yang kurang kuat. Jika puisi yang dipilih cuma
didasarkan pada kemudahan penggarapan
saja maka jalinan komunikasinya juga tidak akan begitu mengikat.
Pikatan nada semakin terasa dalam ikatan dan genggaman makna
berdasarkan kedalaman puisi itu sendiri. Kekuatan puisi semacam inilah yang
bisa dieksplorasi melalui asal-usul nada yang sesuai dan dibubuhkan pada
karakter bunyi yang diinginkan utuk kemudian dituangkan ke dalam konsep
penggarapannya dengan harmoni. Kesungguhan dalam kajian serta totalias dalam
menggarap puisi yang dijadikan karya musikalisasi adalah tiang dan keutamaan.
Pengucapan Karya dan Ruang Puitik:
Ketika puisi dipentaskan dalam format musikalisasi maka panggung
akan berubah menjadi puitik. Komunikasi dalam bahasa tubuh dan tampilan yang
dimunculkan di panggung seakan mampu menyulap media (mixer dan perangkatnya)
serta artistic, baik berupa dekor yang sederhana sekali pun akan jadi puisi
dalam visualisasinya.
Begitulah sesugguhnya sasaran yang mesti dicapai dalam
pengungkapan sebuah puisi apabila
dimusikalkan. Hal ideal tersebut adalah juga merupakan kesuksesan sebuah
grup musikalisasi. Tetu saja tidak semua grup yang mampu menemukan capaian
semacam itu. Meski pun begitu, patokan diatas setidaknya menjadi awalan yang
telah membangun magnit bagi penonton.
Dari sisi teks puisi, ada beberapa hal yang mesti
dipertimbangkan bila peserta/grup musikalisasi puisi mengikuti ajang lomba atau
festival. Di dalamnya tentu ada aturan, tentu ada kriteria serta format yang
telah ditentukan. Semua ini akan menjadi patokan penilaian. Terlebih lagi
mengenai teks puisi: hal ini desebabkan, karena teks puisi itulah yang menjadi
dasar olahan dalam penggarapan. Dengan begitu, kesetiaan pada teks aslinya
adalah keutamaan.
Keberangkatan Musikalisasi Puisi wajib berawal dari puisi
atas kematangan ‘resepsi’ (ist. Umar Junus dalam bukuya ‘Resepsi Sastra’) dan
ini mesti dicatat: bukan bermula dari musik. Maka adalah suatu yang salah bila
musik atau irama yang didahulukan kemudian memaksakan teks puisi berdempetan di
dalamnya. Hal demikian akan menjadikan puisi ‘pelengkap penderita’ dari garapan
yang dilakukan oleh grup musikalisasi itu.
Untuk ini, H. Fredie Arsy (Bapak Musikalisasi Puisi
Indonesia) menyebutnya dengan istilah yang ringan dan gamblang atau mudah
dicerna, yaitu dengan cara ‘memelodikan kata’. Berangkat dari sini, komposisi
musikal dari puisi akan bisa didapati. Maka, dengan begitu, kriteria utama
dalam penilaian Musikalisasi puisi adalah Penafsiran dan kemudian disusul oleh
komposisi musical. Harmoni, Vokal dan penampilan jadi melengkapi keutuhannya.
Lebih jauh dari itu, sesungguhnya penghargaan terhadap
penyair yang telah mencipta puisi bagi
penggarap musikalisasi ini sangat diharapkan sekali untuk mengutamakan
kejujuran kreatif. Jangan sampai ada penambaan dan pengurangan teks dalam
menggarap sebuah musikalisasi puisi. Jangankan ‘kata’, ‘larik’, dan ‘bait’,
malah titik (.) koma (,) pun mesti dijaga ketika mengungkapkannya. Begitu juga
dalam pengulangan kata, larik dan bait: ini sangat tak dibenarkan. Inilah salah
satu pembeda antara musikalisasi puisi dengan ‘song’ yang memang membutuhkan
refrainnya.
Dengan begitu keabsahan karya musikalisasi puisi itu tetap
menjadi sebuah usaha apresiasi kreatif yang betul-betul berangkat dari karya
puisi sesuai dengan teks yang ditulis penyairnya. Di luar itu tentu saja akan
berubah menjadi adaptasi dari karya penyair. Kalau musikalisasi puisi berhasil
mengutuhkankan karya puisi, maka barulah bisa dikatakan bahwa pemusikalisasian
puisi itu mampu menjadi ‘penyambung lidah’ penyair dalam mencahayakan karyanya
dengan komposisi musikal yang tepat serta berdasarkan rima/nada yang tertata di
dalamnya.
Ketika penggarapan musikalisasi puisi itu matang dan sempurna
diperlukan pula pemahaman media dan keakraban penyampainya baik pengeras suara
atau panggung yang tersedia. Dengan begitu, keutuhan komunikasi akan tercipta
dan saling melengkapi. Hal ini amat menentukan komunikasi. Bukankah ruang puitik
dari panggung tempat pengungkap puisi itu berada adalah syarat mutlak dalam
bangunan puitik yang akan mengungkung penontonnya. Bila ini mampu tercipta,
pertunjukan itu telah komunikatif dan mampu membangun sentuhan puitik bagi
semua.
Kebhinnekaan dalam Musikalisasi Puisi:
Ketika Komunitas Musikali Puisi Idonesia (KOMPI) membangun
jaringan di hampir 30 Provinsi dan 16 Kabupaten/Kota Indonesia maka yang
tercipta kepermukaan adalah keragaman. Pada Festival Musikalisasi Puisi dalam
memperingati Hari Puisi Indonesia di Tim (13-15/7) lalu warna lokal dari para
penyair jadi hadir dan mengemuka.
Festival Musikalisasi Puisi tingkat nasional yang telah
berlangsung di Taman Ismail Marzuki ini ditaja oleh Yayasan Panggung Melayu
dalam event Hari Puisi Indonesia. Kegiatan yang dimulai usai shalat Tarwih ini merupakan kegiatan apresiasi yang
bermanfaat di bulan Ramadhan yang
bekerja sama dengan INDOPOS, Dewan Kesenian Jakarta, Komunitas Musikalisasi
Puisi Indonesia (KOMPI) dan Yayasan Sagang.
Para peserta yang berdatangan dari beberapa wilayah di
Indonesia sesungguhnya telah memberikan sumbangan apresiasinya yang berarti bagi
perkembangan Sastra Indonesia. Inilah apresiasi yang sangat artistik dari 30 grup
peserta melalui puisi panggung dari komposisi musikal musikalisasi puisi yang
dipentaskan.
Pemenang Lomba Musikalisasi Puisi Tingkat Nasional di Festival Hari Puisi ini berdasarkan keputusan Dewan Juri, yang antara lain: Embie C. Noer, Fikar W Eda, Andrie S Putra (Ane Matahari) dan Akhsan Sjuman (Wong Akhsan) adalah; Juara Pertama Bale Art Project (Kalimantan Selatan), Juara kedua Tudung Pelite- IPMKR-Y (Yogyakarta), dan Juara Ketiga adalah Vanderwicjk 7 (Jakarta).
Pemenang Lomba Musikalisasi Puisi Tingkat Nasional di Festival Hari Puisi ini berdasarkan keputusan Dewan Juri, yang antara lain: Embie C. Noer, Fikar W Eda, Andrie S Putra (Ane Matahari) dan Akhsan Sjuman (Wong Akhsan) adalah; Juara Pertama Bale Art Project (Kalimantan Selatan), Juara kedua Tudung Pelite- IPMKR-Y (Yogyakarta), dan Juara Ketiga adalah Vanderwicjk 7 (Jakarta).
Meski pun ini merupakan festival atau lomba, tapi tetap saja
pertunjukan musikalisasi puisi yang dilaksanakan ini telah berhasi dan tepat
menjadi format pertunjukan yang sangat bermanfaat, apalagi dalam memahami
komposisi bunyi budaya bagi daerah asal penyairnya. Kebhinnekaan negeri ini
terasa sangat mengikat dan memikat persatuan serta mempersatukan rasa
kebangsaan.
Disisi lain, bagi kalangan pengamat sastra, yang hari ini
telah tak begitu kuat lagi dalam menelaah karya dengan serius, apalagi dengan
karya sastra yang tumbuh membombardir dalam penerbitan buku, tentu saja acara
ini sangat membantu. Dengan kata lain Musikalisasi puisi adalah jalan lain yang
indah dalam menjembatani karya dengan khalayaknya dan sekaligus menjadi kritik sastra
secara tersirat.**
RoKe’S, 17 Juli 2014
Telah aku simak semua, sangat lengkap dan terkesan, moga menjadi - semacam pertanggung-jawaban- atas apa yang telah terjadi paling tidak mampu seletak dinding cermin di kemudian, dan sangat sepakat bila bahan olah dasarnya adalah : puisi itu sendiri secara utuh dan di dalamnya telah komplit tersedia, walau ornamen pelengkapnya tetap di haribaan aranser dan komposisi lain vokal busana tata pentas pelengkap alat dan penguasaannya, boleh saya salin ya teksnya untuk disimpan sebagai arsip, salam hangat Kompi, semoga kreatifitas tak berhenti pada satu titik capaian karena ruang luas dan terbuka. Salam gumam asa di kota Banjarbaru
ReplyDelete