Oleh Irman Syah
Jangan mimpi deh. Hidup ini nyata. Kepura-puraan tak cuma membuat diri sendiri yang teraniaya tapi akan banyak orang yang kena oleh imbasnya. Untuk itu, perlu pikiran jernih, apa dan hal prinsip apa pula sesungguhnya yang ada dalam dirimu. Koordinat atau angka dan label serta organ apa yang memaksamu untuk ikut terlibat di dalamnya. Tak ada yang lebih sempurna dari apa yang sesungguhnya disebut dengan kata sederhana.
Ya. Demikian setidaknya hal penting yang mesti diingat oleh siapa saja, karena yang demikian itu akan mengantarkan kita pada sebuah dunia yang nyata, tanpa pura-pura di dalamnya. Kenyataan itu akan berlangsung tak lama lagi. Nyaris bisa dihitung dengan jari. Tapi akibat dari itu semua akan menentukan nasib bangsa ini bertahun-tahun ke depan. Andai saja ada yang salah dalam sikap dan pelaksanaan atau pilihan yang dilakukan tentu akibatnya pasti terasa.
Kewaspadaan adalah sebuah sikap dewasa untuk menjadikan hidup ini lebih baik. Kedewasaan yang hidup dengan marak tentu pula akan mampu memperbaiki nasib manusia Indonesia yang telah porak-poranda dengan kesenjangan yang meraja-lela. Tak ada yang mesti dilakukan selain memiliki sikap sempurna semacam itu. Apa pun akibatnya bagi diri, tetaplah berpegang teguh pada kenyataan diri yang selalu setia bersikap pada pandangan yang lebih besar dan makro atas nama kejujuran semesta dan kehidupan layak semua orang di negeri ini.
Pemimpin bukanlah penguasa. Ada baiknya diingat lagi biar tak salah kaprah. Bercermin kembali kepada kata: pimpin. Ya. Itulah kata dasarnya. Pimpinan orangnya. Banyak hal yang mesti dimiliki oleh pemimpin. Dia bukan Bos. Karena kata dari bahasa, distorsi yang disebabkan oleh kata serapan itu telah membuat manusia di negeri ini menjadi pengecut, seperti kucing dibawakan lidi. Semua itu terlihat di mana saja. takut karena tak makan. Baik di tempat usaha, di tempat kerja, atau di gedung-gedung yang bergaji dari uang rakyat semua telah pada begitu.
Hanya karena bos, semua mesti dilupakan, semua jadi ditinggalkan kecuali patuh karena takut. Nilai, rasa kemanusiaan, pandangan hidup bernegara untuk kepentingan bersama jadi ditinggal begitu saja atas nama pribadi dan kelompok. Kasihan memang. Hidup semacam itu juga tidak akan membuat nyaman diri sendiri. Ukuran manusia itu bukan uang. Biarlah kurang uang tapi tetap punya Tuhan. Kalau bertuhankan uang tentu akan menyengsarakan diri sendiri. Gampang sakit, stroke atau mati mendadak. Di mata tuhan juga takkan bermakna, hanya sebagai kotoran yang tak berguna.
Penyakit itu sesungguhnya diawali dengan kerusakan hati. Membohongi hati akan berdampak pada semua organ tubuh. Dan ini akan menimbulkan masalah yang sulit untuk diobati. Itu pendapat beberapa ahli. Bila segumpal daging di dada itu rusak, maka rusaklah segala perbuatan dan keputusannya. Itu dalil naqli. Artinya, untuk menjadi pemimpin diperlukan hati yang bersih. Kelapangan jiwa dan pandangan yang luas akan bisa muncul dari sana. Kadang orang menyebutnya dengan kesucian jiwa, itu boleh juga.
Pemimpin mesti paham dalam memimpin. Paham memimpin tentulah mengerti sangat pula dengan apa dan siapa yang dipimpin. Dengan adanya pemimpin tentu akan banyak memudahkan yang dipinpin dalam perjalanan hidupnya. Ini cuma hal biasa atau kausalitas yang sederha pula sesungguhnya, tapi amat penting untuk dimiliki bagi calon pemimpin. Sebuah pengetahuan dasar. Jangan sampai pemimpin itu tidak mengerti cara dan bagaimana dengan yang dipimpin atau rakyatnya. Ini berbahaya. Bisa saja dia petentang-petenteng sebagai orang nomor satu di tempatnya, membusungkan dada atau cuma tau apa yang mesti dia kerjakan berdasarkan orderan atas kepentingan bukan rakyat, akibatnya rakyat akan tetap morat marit baik persoalan kesenjangan ekonomi atau pun nilai dan moral serta tingkah laku.
Kata lain, tentulah pemimpin itu orang yang bernilai, punya pandangan tajam tentang ranting yang mencucuk atau dahan yang akan menimpa. Kalau tidak paham hal seperti itu akan jadi pemimpin, jangan mimpi deh.*
RoKe’S, 21 Maret 2014
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI