leh Irman Syah
Atas nama keinginan untuk bisa mengerti dan paham perihal
kehidupan yang sesungguhnya dan kemudian mengolah ilmu hidup bagi kepentingan
hidup itu sendiri, demi diri, keluarga, masyarakat, negara dan dunia adalah
sebuah impian yang sering putus di tengah jalan.
Banyak sekali rintangan dan persinggahan yang menggiurkan
untuk membuat langkah itu terhenti, mendadak atau memang mesti usai begitu
saja. Berhasil atau pun gagal, akan bertarung lagi dengan kenyataan yang
menghadang di depan mata. Dari sekian besar hanya sebagian kecil saja yang
mendapatkan keberuntungan dalam membangun hidupnya untuk bisa hidup baik.
Sebagian lainnya luntang lantung mencari kemunkinan yang belum tentu mungkin.
Demikian banyak pengalaman hidup yang tertera dari cerita dan
atau penglihatan keseharian yang terjadi di sekitar. Semua memaparkan bagaimana
keinginan kadang tidak sesuai dengan tujuan. Celakanya, penderitaan, penyesalan
muncul berbarengan ketika diri usai dan lelah karena tidak tau lagi mesti
berbuat apa tersebab tidak merasa memiliki apa-apa setelah tamat. Banyak yang
mengomel dan akhirnya berkata percuma tentang apa yang didapatkan dan itu
ternyata cuma menghabiskan uang percuma untuk sesuatu yang tidak bisa dinikmati
dalam kehidupan keseharian.
Beda tempat, beda daerah, beda pula persoalan yang
dimunculkan oleh kenyatan bagi peserta didik yang ikut bergerombol, terkadang berkejaran menuju
ruang kelas karena takut terlambat untuk menjalani pelajaran di sekolahnya.
Rasa takut karena dimarahi dan patuh yang teramat sangat kepada guru telah
membuat panorama baru dalam kehidupan keluarga yang menghidupinya. Malah bisa
saja sang anak membangun sikap baru pula untuk tidak patuh kepada orang tua
karena yang patut diikutinya itu adalah ucapan guru di sekolahnya saja. Ini
memang sebuah kendala baru bagi keluarga yang menghidupinya.
Lepas dari itu semua, pendidikan memang perlu dipertanyakan
kesesuaian kurikulumnya atau mata pelajaran yang tepat untuk dipilih bagi
peserta didik. Orang tualah sesungguhnya yang mesti tau persis dalam mengarahkan
anaknya serta ketepatan mengikuti sekolah yang cocok dengan tujuan yang hendak
dicapai bagi kehidupan sang anak ke
depannya. Selain itu, diharapkan sangat, orang tua dituntut mampu
mengkomunikasikannya kepada sang anak. Andai bahasa yang digunakan dapat
komunikatif dengan rasa yang dimiliki sang anak, dan kemudian anak pun bisa dan
dapat menerimanya berdasarkan pandangan keluarga yang dipaparkan secara detail
dan meyakinkan, maka keberhasilan pendidikan akan bisa dianggap memunculkan
kesuksesan dan ini memang mesti diawali dari rumahtangga. Andai tidak demikian,
akan muncullah pandangan mengambang bagi sang anak. Bisa-bisa hanya kepatuhan
pada orang tua saja yang diikuti, sementara hasil yang akan didapat sang anak
belum tentu cocok dengan sikap dan kebiasaannya karena dia akan dihadapkan pada
pekerjaan yang sesuai dengan tuntutan ilmu yang dimiliki dari apa yang
didapatkannya di sekolah.
Nah, dengan begitu beragamnya sekolah yang menjamur di depan
mata; mulai dari yang negeri dengan bermacam keunggulannya, atau pihak swasta
serta format pendidikan internasionalnya yang jelas pula memiliki beragam
spesialisasinya yang diunggulkan. Semua telah tumbuh dari usaha penggalakan
atas niat kecerdasan bangsa oleh pemerintah serta diikuti pula oleh pemboncengan pengusaha
pendidikan yang juga tak kalah saingnya untuk ikut serta dalam mendapatkan
hasil atau laba yang akan mendatangkan keuntungan bagi mereka. Hanya saja,
kehidupan ekonomi masyarakat yang beragam telah menjadikan masyarakat didik
tumbuh dengan begitu besarnya karena memang persoalan kependudukan pun juga
tidak pula begitu tuntas selesai dan terkemasi dengan sempurna.
Hal di atas telah membuat kesenjangan pandangan dan kelas
social di dalam masyarakat. Terasa begitu rumit meneruskan kata untuk menjabarkan
dampak usaha pendidikan yang beragam dan dengan
bimbelnya yang berwarna-warni serta iklannya yang memengaruhi pandangan
dan keinginan. Dengan tersebab hal demikian maka ha itu kelihatan sangat
menggiurkan. Bagaimana pula mengungkapkan dampak dari semua itu. Sebuah tulisan
panjang pun takkan tuntas diuraikan.
Perlu adanya penelitian independen yang mengakar untuk
menguak persoalan itu semua. Bukan atas nama kerja sama, karena yang demikian
itu sesungguhnya hanyalah memberikan informasi yang mahal bagi orang luar
(asing) dan dibayar murah kepada penelitinya, sementara dampaknya begitu
berpengaruh bagi kehidupan generasi muda ke depan. Tak terbayangkan pula kalau
pandangan ini dihadapkan pada anak-anak yang hidupnya di lampu merah dan tentu
pula sambil membayangkan emaknya yang belum memasak karena beras pun mereka tak
punya. Mungkin edukasi kreatiflah yang akan memberikan pandangan bagi mereka
untuk bisa hidup alakadarnya ke depan sambil menyambut tahun berganti dan
keterbukaan jadi telanjang**
Saung Pinggir Kali, 23 November 2013
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI