Oleh Irman Syah *)
PENGANTAR
Sebuah puisi adalah ‘sebuah dunia’ rekaan penyairnya yang mengkristal, kadang berbentuk impian atau
harapan, keinginan dan cinta-kasih penyairnya bagi kehidupan. Dengan begitu, puisi pun kadang menjadi do’a
tanpa disadari oleh penulisnya. Untuk hal yang semacam ini, penulis pemula hendaknya selalu berusaha untuk
mempertimbangkan hal semacam ini agar mampu menanam dan menumbuhkan niat baik yang
ada di dalam hati untuk dijadikan kandungan karya yang berkesesuian dengan ketulusan
jiwa.
Dunia kemungkinan itulah yang dikerucutkan menjadi kata,
larik dan baitnya. Ungkapan itu akan mengalir lembut atau bisa pula membakar jiwa
pembacanya. Keberhasilan komunikasi amat menentukan keberadaan karya puisi itu.
Kenyataan inilah yang akan dimunculkan dalam penggarapan karya musikalisasi
puisi. Usaha semacam ini akan kian jelas atau dipertegas oleh nada yang
dikomposisi oleh musikalisasi puisi.
Komposisi musikal yang dibangun oleh komposer atau penggarap (pelaku) musikalisasi akan berusaha
secara jelimet dan tepat untuk membahasakan puisi secara tertata dan harmoni melalui nada yang mengakar. Penyair dan latar belakang kelahiran, baik karya atau
kenyataan dan budaya yang dilingkupinya adalah tempat, pusat kajian tentang segala
sesuatunya yang mesti dipertimbangkan dengan matang oleh sebuah grup
musikalisasi puisi.
MOMEN PUITIK
Ada sebuah peristiwa awal ketika puisi itu bermula, dan momen
ini disebut dengan pusat dunia mungkin yang dijadikan bahan penulisan, sebuah ‘rasa’
puitik yang dimaknai penyair dalam mengungkapkan sebuah dunia baru yang akhirnya
dia ciptakan dalam rekaannya. Hal ini tentu
sesuai dengan horison harapan penyairnya. Momentum puitik semacam ini
bisa saja didapati dalam keseharian hidup manusia baik dalam perjalanan hidup
yang dialaminya; keberangkatan, kepulangan atau apa saja yang secara empirik
dapat membuahkan ungkapan.
Ketika petugas kereta menyobek karcis keberangkatan, kita
seakan telah berada di Ibu Kota, padahal masih berpijak di kampung sendiri. Ada
jarak yang jauh terasa begitu dekat di ruang jiwa. Momen puitik semacam ini
adalah pusat rekaan yang mengisi ribuan kata, mengerucut, kemudian menjadi ‘dunia
baru’ lewat karya dengan ketepatan dan ketajaman intuitik dalam memanfaatkan pilihan
kata ke dalam ungkapan dengan beberapa bait puisi. Pengkristalisasian ini
adalah kepiawaian penyair dalam melahirkan karya puisi yang tidak cuma personal
tapi dengan pandangan yang universal.
Momen puitik ini, bisa saja datang dari dalam diri atau
melalui kenyataan dari luar diri yang dikerucutkan pada pandangan kehidupan
penyairnya. Dengan begitu kelahiran sebuah karya puisi bukanlah sesuatu yang
mengada-ada tapi sesuatu yang benar-benar ada serta mengada dalam kenyataan
kehidupan pembaca secara umum ketika menikmatinya. Sentuhan karya tersebut akan
menjadikan pembaca terpikat dan ingin mendalami apa yang ada di dalam kandungan
pandangan dunia penyairnya. Tentu saja penulis puisi tidak ingin menghadirkan
persoalan pribadi dan hal yang berhubungan dengan rahasia personalnya untuk
dikonsumsi khalayak pembaca. Bukankah hal semcam itu sama saja dengan mencabik
baju di dada.
PENGALAMAN KREATIF
Pegalaman, meski secara umum pun, tetap merupakan guru yang
selalu membantu dengan segala cara dan bagaimananya. Pengalaman adalah guru
yang paling baik, begitu idiom lama yang selalu jadi pegangan sampai kapanpun.
Hal semacam ini pun juga jadi patokan dalam berkarya. Terkhusus untuk sebuah
‘gere baru’ musikalisasi puisi, pengalaman kreatif adalah salah satu kekuatan
yang dapat membantu dalam mencipta karya.
Meujudkan sebuah puisi adalah meujudkan sebuh dunia yang
diimpikan oleh penulisnya dalam kehidupan. Penulisan puisi adalah ketulusan
yang mesti dijaga dari hati kecil penulisnya. Kejujuran terhadap kata dan makna
adalah kunci utama dalam mencipta. Hal yang dapat membantu penulis pemula
adalah bagaimana dia mampu memiliki momen puitik dan menjabarkan dalam
kenyataan kehidupan dan kemudian meraupnya ke dalam dada.
Di sinilih fungsinya kemampuan berbahasa yang tepat dan padat
dalam meujudkannya. Ada beberapa catatan perihal bahasa yang mendukung proses
terciptanya puisi. Pertama adalah bahasa Ibu, kedua bahasa nasional, ketiga bahasa
lingkungan, dan terakhir adalah bahasa batin dari penyair itu sendiri dalam menyaring persoalan untuk kemudian
mengungkapkannya jadi puisi. Kelengkapan dari bahasa-bahasa inilah yang
mengkristal dan menjadi sebuah ikatan padu-padan lewat jabaran momen puitik
yang dijadikan titik awal persoalan atas sebuah dunia.
Bahasa Ibu adalah bahasa di mana penulis itu dilahirkan dan
termasuk dengan latar belakang tradisi dan budayanya, bahasa nasional adalah
universalitas kekhasan ucap dalam bahasa persatuan yang menjadi mediasi dalam
ungkapan puitik bagi kesusastraan Indonesia, bahasa lingkungan adalah bahasa kebiasaan
dalam beberapa kelompok yang mempengaruhi tindak-tanduk komunikasi di mana dia
berada. Sementara yang terakhir adalah bahasa batin, bahasa yang menyaring
semua kenyataan dengan tingkat intelektualitas serta impian nuraninya yang
suci. Di sinilah saringan dan pertimbangan terakhir yang dapat dilihat melalui
gaya bahasa, makna dan sentuhan puitik yang dimiliki oleh karya puisi yang
dilahirkan.
Denga menghasilkan sebuah karya, tersimpan sebuah pengalaman
kreatif, dan inilah yang akan mempermudah seseorang untuk masuk ke dalam puisi
baik karya sendiri atau orang lain agar tidak salah dan asal-asalan membangun
komposisi nada untuk menjadikannya musikalisasi puisi. Oleh sebab itu,
diharapkan sekali kejujuran peserta untuk betul-betul membuat karya baru dan
dengan begitu proses kreatif yang masih hangat itu lebih mudah menuntun
jalannya proses penciptaan musikalisasi puisi bagi peserta workshop ini.
Untuk sebuah pelatihan Musikalisasi Puisi di BLK (Balai
Latian Kesenian) dan lain sebagainya, diadakannya materi penciptaan puisi ini
bagi peserta memang bertujuan untuk memudahkan proses pelatihan. Dengan adanya
materi ini para peserta workshop musikalisasi puisi akan mendapatkan sebuah
pengalaman kreatifitas yang sangat berarti. Secara utuh materi dasar penulisan
semacam ini akan berpengaruh besar dalam percepatan proses penggarapan.
PENUTUP
Irama yang membangun nada serta mengutuhkan makna dalam
sebuah puisi adalah kekuatan sentuhan yang sangat kuat bagi pembaca sebuah
karya puisi. Hakikat makna dan komunikasi puisi yang puitik itulah yag
dijadikan akar dalam menggarap sebuah Musikalisasi puisi. Puisi yang kuat akan
menjadikan musikalisasi yang kuat pula bagi karya yang dikomposisi. Dengan
begitu, kejelian pengarap musikalisasi puisi amat ditentukan oleh kemampuan
apresiasi puisi yang dibaca dan ditafsirkannya. Inilah yang merupakan mata nada
dalam berkarya.
Secara tidak langsung, sebuah grup musikalisasi puisi
semestinya memiliki personal yang khusus pula dalam memahami puisi baik secara
intrinsik atau pun ekstrinsiknya. Kalaulah demikian, selain langsung menjadi
kritikus, grup musikalisasi puisi juga telah begitu bermanfaat dan menolong
penyairnya dalam mengkomunikasikan karya secara indah dan dan komunikatif.
Begitulah, sebuah grup musikalisasi puisi telah pula menjadi penyambung lida
penyair dalam mengutuhkan karya puisinya.
Jakarta, 9 Juni 2013
*) Penyair dan
Pengurus KOMPI Pusat
bahasa Ibu, bahasa nasional, bahasa lingkungan, dan terakhir bahasa batin penyair itu sendiri dalam menyaring persoalan untuk kemudian mengungkapkannya jadi puisi.
ReplyDeletemakanya puisi itu menjadi indah yang Pak Irmansyah. makasi, salam
Sama sama
ReplyDeleteSemoga kita selalu sehat dan tetap pqda kesungguhan hidup meski apa pun media yang kita pilih untuk menerokanua
Salam rohmantik
#petatahpetitihurban