Oleh Irman Syah
“Knalpot
Asap
dan BBM.. “
Asap
dan BBM.. “
Lirik dari tiga kata di atas memang gampang dicerna dan
dimaknai berdasarkan kronologinya. Terserah, diputar-balikkan pun tidak apa.
Tafsirannya takkan begitu jauh dengan nafas hidupan yang menggerutu di dalam
hati. Hidup tidak cuma kepala, ada rasa yang menimangnya. Akhirnya kita dan
kata berpalingan dalam mempertanyakan lingkungan kehidupan dengan segala pernak
perniknya.
Menjawab tanya perihal lingkungan, menyiginya bedasarkan hal
yang substansial tetap saja takkan bisa dilepaskan dari diri sendiri. Terserah.
Apakah itu dimulai dari lingkungan setelah itu baru ke diri, atau dari diri kemudian
ke lingkungan. semua mencakup ruang dan lingkup tertentu, besar atau pun kecil,
berpangkat atau pun tidak. Terkadang, ini juga bisa disebut mengacu ke ara tempat
atau pun kawasan yang menampung segala sesuatunya untuk mengutuhkan keberadaan
manusia.
Lingkungan dan diri adalah kausalitas yang saling mengisi dan
mempengaruhi kenyataan dalam proses keutuhan ekosistem kehidupan. Kalau
dihubungkan dengan kebersihan atau pun kesucian, maka itu juga terpulang pada
kenyataan diri manusianya juga. Begitu pula kekotoron atau kesemrawutan.
Demikianlah sebab akibat yang selalu menjadikan lingkungan itu nyaman atau
tidak sama sekali.
“Knalpot
Asap
dan BBM.. “
Asap
dan BBM.. “
Berarti ada berapa hal yang mesti dileburkan dalam sebuah
pemahaman prilaku hidup ‘manusia’ yang mesti dibudayakan. ‘Budaya’?
Ya, di sinilah bahasa bergulir mencairkan keadaan dari kisruhnya
kenyataan untuk kemudian membangun ketajaman
kilau mahkota melalui ke-sastra-an yang melahirkan bahasa sesungguhnya. Jauh. Kelemahan
bahasa ternyata bukti kegagalan mutlak manusia bertegur sapa dengan lingkungan.
Tak dapat dibayangkan. Bahasa sibisu yang diperanakkan. Sebuah lirik yang
diteriakkan sebatas ucapan, tanpa tau siapa yang diwakilkan.
Diri dan ligkungan sesugguhnyalah dekapan alam. Peradaban
yang lahir dari lingkungan kenyataan yang besih akan membangun komunikasi yang
baik, rapi dan bermakna, dan tentu pula mengangkat harkat kemanusiaan untuk menjadi
lebih bermartabat. Bukankah hal yang semacam itu yang mampu menciptakan suasana
damai, penuh ketenangan jiwa. Ada memang yang butuh diingat, kekuatan yang
dikandung bahasa, terutama bangunan rohaninya akan selalu mewujud bila berakar dari
kejernihan pikir dan kelapangan dada manusia yang mengandungnya.
Bengkulu, 20 Juni 013
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI