Sudirman ramai: taxi + oplet +
bus kota + berjenis
kendraan roda dua, sesak karena
sudah sore
aku hanya memandang, kutau dia
pernah membuat
garis lengkung di hati
mancung dan matanya tajam
menerkam, apalagi
senyumnya:
sayatan mulutnya masih terasa
“kamu nurakan, jelek tapi aku suka,” cuma kenangan
“kamu nurakan, jelek tapi aku suka,” cuma kenangan
aku masih belum bisa menyeberang,
blingsatan,
kususur trotoar sebelah kiri:
sayang, dia terlanjur
ke persimpangan
kusesalkan keramaian, kusesalkan
hati berdetak
firasatku lain, entah kenapa
jiwaku kian terbang:
“kalau dia tak menoleh, padahal
kau menatapnya,
berarti hatinya telah diisi orang
lain,”
nenek bilang memang begitu,
hatiku luluh, surut,
kurasakan udara begitu lain
di dalam bus udara nyaman, ada
yang gelantungan
duduk paling depan hati pun lepas
memandang
tepat di belokan, di seberang
jalan: seorang gadis
melambai: dia! matanya tajam
menatap, aku tak mau
turun, bus melaju terus, dari
detak jantung,
bisik kudengar, ternyata aku
masih berharap
Bukittinggi, April 1992
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI