Oleh Irman
Syah
Berawal dari Bulan, kemudian Matahari, dan pergantian siang
dengan malam secara bergantian inilah yang menjadikan sikap Ibrahim terus
melajukankan pikiran dan perasaannya dalam kesadaran perjalanan hidup yang dia
alami. Dari situlah pokok pangkal atau asal muasal peristiwa yang membuat dia
menemukan sebuah keyakinan bahwa adanya Pencipta alam semesta. Keyakinan ini
tentulah bermula dari bangunan kesadaran yang utuh dan membutuhkan pemeliharaan
yang sempurna.
Bulan dan matahari sampai hari ini masih saja muncul dan
mencahaya dengan sinarnya, tapi apakah sering, atau dengan kata lain, apakah
masih ada manusia yang sempat mengingat peristiwa awal dari penemuan batin yang
dialami Ibrahim itu bagi kehidupannya serta mencerminkan sikap itu bagi
perjalanan hidup manusia lainnya di dunia hari ini? Ini hanyalah semacam
pertanyaan retoris yang tak perlu dijawab, hanya penting untuk
dipertanggung-jawabkan semua manusia bagi masing-masing diri.
Begitulah, bumi itu berputar pada sumbunya: planet yang
ditinggali manusia untuk hidup ini menjadi sesuatu yang teramat penting bagi
kehidupan, apa pun, di semesta alam raya dengan segala isinya. Sebuah planet
yang selalu dikelilingin oleh planet-planet lainnya dalam sudut pandang
antariksa. Perkembangan ilmu dan teknologi mencatatnya sebagai point-point yang
berarti dalam pembangunan untuk menumbuhkan keberartian. Sejauh ini keberartian
itulah yang sering terabaikan oleh manusianya berdasarkan sifat dan
kejahilannya.
Berangkat dari peristiwa Ibrahim, terus kenyataan yang
dialami kehidupan manusia hari ini, terus pencanangan dan perjalanan usia 'hari
bumi' yang telah dan akan memasuki usianya yang ke-43 tahun, alangkah
majemuknya persoalan yang mesti dihadapi dan diterjemahkan. Hal ini
sesungguhnya penting dalam menyiasati
pikiran biar selalu jernih, nafsu dan keserakahan biar semakin berkurang, serta
kesombongan dan merasa diri telah pula menjadi tuhan agar dimusnahkan di muka
bumi karena semua ini akan selalu melahirkan beragam bencana.
Begitulah makna pentingnya kesadaran bagi manusia agar tidak
menyia-nyiakan dirinya dalam kehidupannya yang singkat di dunia, tidak begitu
saja mau mengikuti nafsu atas keinginan dan kehendak pribadi saja mengeruk bumi
dengan segala isinya. Jika kesadaran kehidupan sampai pada hakikat penciptaan
kehidupan itu sendiri tentulah pula akan memunculkan cahaya keimanan, dan ini
akan membuat banyak manusia lain menjadi magnit yang mampu membangun kesadaran
akan adanya ciptaan dan Pencipta.
Begitulah Ibrahim, bulan dan matahari. Kehidupan akan selalu
menghidupkan bangunan kesadaran atas
rasa syukur dalam menjalani kehidupan di bumi ini. Maka, membumikan
pikiran berdasarkan format negeri yang tepat sudahlah tentu kewajiban kita,
manusia Indonesia, untuk tidak begitu saja tunduk pada grand-design yang diciptakan
kelompok besar negara di dunia, karena sudah pasti tidak akan pernah cocok
apalagi sempurna bagi nusantara yang kaya dan mahaluas dengan keragaman
budayanya.
RoKe’S, 11 April 2013
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI