Ketika Kata Menjadi Kita

Oleh Irman Syah

“Kata adalah ‘Kebenaran’ ”, demikianlah pendapat penyair Pelopor  Angkatan ’45, ‘Chairil Anwar’. Bagi Angkatan Merdeka ‘ala’ Kalimalang kata adalah dialektika nyata; hidup, impian, karya dan harmonisasi manusianya sekaligus, karena memang bernaung dalam sebuah ikatan batin komunitas. Spirit patriotik yang diwariskan Chairil Anwar dalam ‘Aku’-nya pun menjadi kita di dalamnya.


Sastra Kalimalang menuliskan kata yang bergerak dan melintasi detak jantung. Jadi panggung masyarakat. Setidaknya melalui ini ‘kata’ menjadi ‘kita’ dalam komukasinya. Awan yang berarak, petir di siang bolong, nenek mambawa payung, jadi getah kata-kata, kemudian berubah menjadi kita. Pertalian batin dan kongkow budaya SKM sambil menikmati air mengalir di Panggung Terapung 3 akan terasa meriah dengan dentuman nada, rupa dan cahaya yang tentu membutirkan makna

Kata dituliskan jadi puisi, jadi catatan, jadi karya yang bisa dibaca banyak orang. Semua tertoreh dalam buku-buku sebagai karya yang akan hidup sepanjang masa. Panggung mengungkapkan makna, membangun nuansa dari kata dan kita yang melebur di singgasananya: budayawan, penyair dan para tokoh membaur di pinggir Kalimalang: semua bekerjasama. Gambaran singkat pagelaran Panggung terapung dan Pentas Pinggir Kali 3 berdasarkan konsepnya ini setidaknya sebuah tawaran alternative keriuhan kota yang telah menyesaki dada. Semacam kedekatan terhadap alam.

Kata, kita, dan alam raya tentulah sebuah bahasa yang tak berkira dari yang Mahasegala. Tafsirannya berujud menjadi karya kehidupan melalui daya cipta dan kedekatan dengan kata yang telah menjadi kita: Buat Cik Minah Kuala Lumpur harapkan bintang di langit jangan lupa kodok di Bumi..
Lhu, Juli 2012
Share:
spacer

No comments:

Post a Comment

SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI