Oleh Irman Syah
Seni akan selalu menerangi realitas, memperjelas kenyataan
hidup lewat lika-likunya: karya kesenian, sesungguhnyalah merupakan arsitektur
kemanusiaan, terserah media apa pun yang dipilihnya dan apa pun genrenya. Sedangkan
Sastra akan mempergunakan tulisan dan kemudian meramunya menjadi mahkota bahasa
lewat karya kesastraan. Musik menjadikan bunyi melalui denting nada sebagai
mahkotanya, Tari dengan geraknya, Rupa dengan garis serta harmonisasi warnanya.
Begitu pula, Teater serta Audio-Visual lainnya yang telah menjadikan panggung dan screen sebagai mahkota
dalam bahasa atau komunikasinya.
Bila hakikat kesenian semacam ini mampu berbahasa dengan membangun
dialog yang tepat dan sempurna pada audiensnya niscayalah akan mendatangkan
kedamaian jiwa, kemudian ia berkelindan dan mengalir ke rongga kehidupan
manusia. Tentulah pula akan berarti lebih bagi perjalanan hidupnya ke depan.
Suasana hati yang semacam inilah dampak langsungnya tanpa disadari oleh pembaca.
Andai manfaat semacam ini dikembangkan secara baik, tepat dan langsung kepada
manusia lain yang tengah mengalami konflik di hidupnya, tentulah karya seni menjadi
kian berfungsi dan akan sangat membantu. Tinggal menyesuaikan tema yang tepat serta
cara penyampaian yang pas pula kepada mereka agar biar berguna.
Kemampuan dalam mengkurasi untuk menghasilkan manajeman tema
ini barangkali amat perlu disiapkan secara terkonsep, rapi dan jelas. Selebihnya, tinggal menyesuaikan jadual pertemuan
makna karya dengan personal atau kelompok yang mengalami persoalan keseharian
agar mereka kembali mampu percaya diri dalam menempuh hidupnya dengan normal. Dengan
begitu, seni telah mampu bersuara dan menjalan khittahnya, mendamaikan hati yang
gelisah serta menerbitkan kembali patokan serta nilai-nilai kehidupan. Seni
memang punya peluang besar dalam menata
dan kemudian membangun suasana dengan apa adanya baik di Lapas, Lokalisasi,
Panti dan atau wilayah penting lainnya.
Kenyataan ruh kesenian sesungguhnya sama dengan kenyataan
realitas hidup manusia. Bahan, atau materi inilah yang diramu Seniman menjadi
bahasa terpilih dengan mengangkat persoalan hidup yang begitu istimewa. Seniman
melakukannya dengan penuh totalitas dan dengan usahanya yang maksimal untuk
menghasilkan capaian sebuah karya atau ciptaan. Cara kerja seniman dalam proses
kreatifnya ini sesungguhnya adalah dialog kerohanisn dengan diri: sebuah dialektika
budaya, nilai, serta pemahaman makna hidup yang dipetiknya melalui butir-butir bahasa
yang dia ungkapkan setulusnya.
Menempatkan kesenian sebagai pola dasar, format dan patokan
sebagai penerang jiwa manusia lain tentulah akan lebih indah dan malah lebih
komunikatif lagi. Hal ini mesti diprioritaskan. Dengan begitu, posisi kesenian kembali
lagi kepada akar dan tempat tumbuhnya serta mampu sebagai perwakilan sains
dengan fungsinya sebagai penjelas realita: pun menyiapkan solusi tepat dan kratif
dalam menghadapi persoalan serta menerangkan kenyataan yang sama secara tepat.
Seni bukan hanya kebutuhan kelompok tapi amat universal
melingkupi ekologi manusia. Dengan ketajaman dan kejamakannya, seni mestinya
selalu melibatkan masyarakat, atau dengan kata lain masyarakat terlibat di
dalamnya. Tak berbatas. Ruang lingkup semacam ini mesti dipahami dan agar
selalu diprioritaskan oleh para professional yang bergerak di bidangnya. Dengan
begitu, jangkauan kesenian akan menjadi lebih berarti bagi semesta kehidupan
kemanusiaan.
RoKe’S, 27 Juni 2012
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI