:
Solo, Jogja, Sampai Bali.
Oleh Irman Syah
Setelah lima tahun berkiprah dalam kancah pergulatan kesusastraan
Indonesia yang tidak hanya sekedar, Sastra Kalimalang (SKM) berusaha terus
mencari format dan konsep apressiasi karya yang tepat. Hal ini sangat mendasar dan
utama bagi perkembangan kehidupan berbangsa di tanah air karena tujuannya tak
lain adalah syiar yang melingkupi masyarakat secara luas.
Media kesenian yang digunakan oleh komunitas ini dalam kiprah
karyanya cukup unik, mulai dari tulisan, musikalisasi puisi, teater, panggung,
dan alam lingkugannya. Dalam hal tulisan, Sastra Kalimalang bekerjasama dengan Radar Bekasi dan mengelola satu halaman
penuh rubrik kebudayaan yang berisikan karya puisi, cerpen, dan kolom esai Pro
Kontra yang terbit satu kali dalam seminggu.
Halaman Kebudayaan ini merupakan halaman yang ditunggu-tunggu
warga Bekasi, baik kota dan kabupaten. Selain isinya yang menyuarakan kenyataan
kekinian perihal sastra dan budaya di Indonesia, terkhusus di Bekasi, halaman
ini juga merupakan wadah serta ajang kreativitas yang memuat karya penulis muda
binaan Sastra Kalimalang di daerah ini.
Dalam hal musikalisasi puisi, Sastra Kalimalang tidak dapat
diragukan lagi. Selain telah menelorkan album Musikalisasi Puisi ‘Jangan
Biarkan Ibu Pertiwi Menangis’ yang memuat karya anggota komunitas serta guru --
tempat di mana Sastra Kalimalang sering diminta untuk memberikan kontribusi baik
ekstra kurikuler atau workshop dan penjurian – dan komunitas ini dipimpin oleh
Ane Matahari, yang notabene namanya tak bisa dipisahkan lagi dengan
musikalisasi puisi.
Selain sastra (puisi) dan Musikalisasi Puisi, SKM juga
memiliki murid atau anggota grup binaan bidang seni teater. Dengan membina
Teater dan menyiapkan program latihan serta pertunjukan, SKM lebih leluasa pula
menyebarkan ‘virus’ sastra kepada siswa di sekolah-sekolah. Dengan begitu,
sastra sebagsi alat untuk memperhalus budi pekerti bisa berfungsi.
Dalam hal Panggung dan Alam Lingkungan, komunitas ini telah
mengeksplornya selama 5 tahun. Sastra Kalimalang juga sering melakukan panggung
karya selain lounching album, baik di
Bekasi, Jakarta, Tasikmalaya, Bandung, Jember, Lubuk Lingau dan beberapa kota
lainnya di Indonesia dan terlibat pula dalam berbagai event besar. Selain itu,
kegiatan panggung semacam ini memang merupakan program rutin SKM termasuk
panggung di Bantaran Kali, Tugu-tugu kota, Penjara, Panti Jompo, serta panggung
dari kampung ke kampung.
Sesuai dengan namanya, Sastra Kalimalang memang ‘bermaskas’
di Saung ‘Perpustakaan Pinggir Kali’, tepatnya di bantaran Kalimalang Bekasi,
atau di samping kampus Universitas Islam 45 (UNISMA). SKM menghidupkan bantaran
kali ini dengan Perpustakaan, Panggung Sastra, Diskusi, Kampanye Budaya, Aksi
Bersih Kali, dan Pentas Apressiasi bagi masyarakat seputar kali. Pertunjukan dan
pentas yang melibatkan Pejabat, Kepolisian, dan masyarakat secara umum ini
sangat mendapat respon dari khalayak. Apalagi Panggung Terapung.
Dengan meciptakan panggung di tengah-tengah kali dan
mengapungkannya secara gotong royong, rasa kebersamaan dan ikatan semakin kuat.
Di sini terbukti bahwa kesenian atau sastra bukan sesuatu yang elite. Seni menjadi
milik bersama. Masyarakat terlibat di dalamnya. Sentuhan kesenian dengan muatan
rohani itu tentu saja akan berpengaruh dan ikut menciptakan rasa damai dan
saling mengerti. Semua itu tentu pula akan terbawa dalam pergaulan keseharian
di tengah-tengah gejolak sosial masyarakat yang tak terduga.
Sastra Kalimalang terus bergerak dan melaju. Berbuat untuk
Indonesia yang lebih baik, damai dan berbudi pekerti. Mulai dari anggapan dan
membuktikan bahwa setiap orang bisa menulis sastra, kemudian memprogramkan Ruang
Publik menjadi Ruang Kultur, Panggung Terapung, Kampanye Kebudayaan ke Kampung-kampung,
dan Art Terapy ke Lapas-lapas, komunitas Sastra Kalimalang sampai pada suatu
hal yang substansial.
Sobatande menjadi pilihan. Kekerabatan yang lebih dari
saudara meski dari tradisi dan budaya yang berbeda telah membuktikan sebuah
keutuhan. Bangunan kekuatan yang dimiliki dan menjadi filosofi kehidupan orang
Bekasi ini telah dijadikan Sastra Kalimalang sebagai format dan konsep komunitas.
Serasa, setia kawan, senasib
sepenanggungan serta berbudi luhur adalah bawaan dari nilai-nilai kesenian.
Melalui kandungan kesusastraan, Sastra Kalimalang mendialektikakannya dengan
filosofi kehidupan masyarakat Bekasi.
Dengan mengangkat filosofi Sobatande ke permukaan dan
kemudian membawanya beranjangsana melalui materi pertunjukan kesenian dan
diskusi ke beberapa kota, yakni Jogja, Solo dan Bali, sesungguhnya Sastra
Kalimalang telah mengkampanyekan kehidupan berbudaya. Dengan begitu tujuan dari
penciptaan karya dan nilainya akan lebih berkembang dan terarah. Tak
terbayangkan ketika anggota SKM datang berbondong menuju sebuah mushalla dan
kemudian membersihkan tempat berwuduk dan toiletnya. Rambut gondrog, tattoan,
dan wajah kusut perjalanan tentu saja merupakan pemandangan yang memunculkan
beragam anggapan. Padahal itu merupakan sebuah puisi kehdupan.
RoKe’S, 16 September 2016
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI