Negeri Ini Bukan Milik Segelintir

Oleh Irman Syah

Negeri eksotis yang terbilang dan disebut dengan permata di ‘zamrut khatulistiwa’ itu adalah Indonesia. Inilah untaian magnit tropis yang penuh daya pikat atas keragaman budaya dan hasil buminya. Tersebab itu, negeri ini menjadi kiblat dari beragam kepentingan dunia. Kenyataan ini  dapat dilihat dari proses perjalanan sejarahnya yang unik untuk berdiri sebagai bangsa dan berdiri tegak dan setara dengan negeri lain di dunia.

Begitu pula kisah dan polemik, perjuangan dan tumpah darah, persatuan dan pertikaiannya yang mengemuka,  ini tentunya tertera dalam catatan demi catatan. Petikan kisah dan catatan perjuangan itulah sesungguhnya mesti dikaji dan kemudian menjadi dasar atas ingatan serta ungkapan penghargaan ketika merumuskan wacana kehidupan kebangsaan: sebagaimana rakyat di masa lalu yang berjuang dengan nilai patriotiknya dalam meujudkan cita-cita.

Keragaman yang saling berterima atas kelebihan dan kekurangan itu yang sedari lama ada itu tentunya akan mematangkan rasa persatuan dan selanjutnya bisa menjadi kekuatan yang tak berhingga. Rasa sesakit dan sepenanggungan atas nama derita penjajahan yang dialami selama ini pasti akan menjadi spirit yang memantikkan api pembebasan atas nama kecintaan pada bangsa dan tanah-air.

Rasa cinta kepada tanah-air inilah sesungguhnya modal dasar kemerdekaan yang menubuh dalam pernyataan sikap dan ungkapan serta anti kesewenang-wenangan, penindasan, atau pencaplokan tanah, air dan dengan segala isinya. Makanya perjuangan kemerdekaan atas usaha rakyat dengan massa rakyat yang telah merelakan hidup-matinya ketika usaha pembebasan itu membuktikan secara nyata kepada dunia tentang berdirinya sebuah negara kesatuan Republik Indonesia.

Mengingat dan menimbang itu semua, sudah selayaknya ada keputusan yang mutlak melalui  wacana dan tindakan. Apalagi, dengan adanya unsur kesengajaan dalam pengrusakan bahasa yang dilakukan oleh sekelompok orang atas nama kepentingan yang telah mementingkan hal yang tak penting dalam meujudkan keinginan kelompoknya.

Hal semacam itu tentu sesuatu yang tidak diinginkan masyarakat dan juga tidak sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Pemahaman yang beragam tentang terjemahan kata dan makna kemerdekaan, atau penipuan dan pembodohan yang terjadi sesudahnya mesti dilawan dengan cara dan bentuk apa pun juga demi mengembalikan ke-Indonesia-an sebagaimana mestinya. Ini adalah alasan yang tepat agar Indonesia tidak cuma dimiliki oleh segelintir orang.

Ketika sejarah telah diputarbalikkan oleh kekuasaan yang tidak memihak persatuan dan kesatuan, ketika pengutukan bangsa atas bangsa dilegitimasi atas nama kepentingan, ketika pemuda negeri ini pada masa produktifnya diiming-imingi oleh gelar, pangkat dan jabatan, maka saat itulah negeri ini tercerabut dari akar yang menumbuhkannya. Atas kesadaran yang tinggi, berlandaskan kecintaan pada negeri yang telah diperjuangkan oleh segenap rakyat Indonesia untuk kepentingan bersama tidak cuma kata dan janji (yang kemudian ditinggalkan begitu saja) maka Indonesia mesti dikembalikan seutuhnya kepada seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, tanggung jawab ini mesti disadari dan kemudian dilaksanakan dengan semangat dan gelora kebudayaan melalui tindakan yang tepat dengan kesungguhan yang sepatutnya berdasarkan kesepahaman rasa dan pikiran oleh segenap masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebangsaan. Bukankah ini telah dengan susah payah dicetuskan pendiri negeri ini dengan jiwa yang penuh pengorbanan.

Jika maklumat ini lalai dan terlambat untuk dilaksanakan maka hal baru akan bermunculan dan akan berkaitan pula dengan banyak orang di lain negeri nantinya yang mesti dihadapi. Perjanjian dan diplomasi adalah kelemahan yang dimiliki bangsa ini sejak lama, terbukti setelah kemerdekaan. Ada benarnya juga perbaikan ke dalam yang semestinya didahulukan sebelum bangunan komunikasi ke luar terucap dan diputuskan.  

Jangan sampai, penjajahan luar biasa yang membinasakan rakyat melalui tangan-tangan kebijakan  yang diciptakan oleh keputusan sekelompok orang di zaman post-kapital dan post-feodal ini membuat lena kita dan menina-bobokkan keputus-asaan. Penyesalan akan datang ganti-berganti menguliti diri. Bukankah yang mampu mengubah keadaan tentulah kalangan minoritas yang sadar diri dan kemudian meujudkannya pada lingkungan kehidupan setempat.

RoKe’S, 30 APRIL 2015

Share:
spacer

2 comments:

  1. Hai.. Salam kenal... Kunjungi blog saye klu xkberatan :)

    ReplyDelete
  2. terima kasih informasinya..
    salam kenal dan salam sukses..

    ReplyDelete

SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI