Kebenaran yang Melingkar

(Catatan untuk Pemimpin)
Oleh Irman Syah

Degup nafas negeri kian terasa dalam dada. Ada debar tak terduga. Bayangan ketakutan, mimik kegelisahan, suasana dan raut kerisauan atau sorak sorai dan derita kini saling bersebelahan dalam perjalanan kehidupan. Dan manusia, berada dalam barisan berbaris yang berbondong-bondong dan mengumpat ke mana suka ketika sebuah peristiwa tercipta begitu saja di depan mata mereka.

Ada yang berharap, ada yang pesimis, ada yang marah, ada yang suka, ada yang benci, ada yang tak peduli, semua membaur begitu saja dalam kenyataan kehidupan di masyarakat dengan kebersamaan yang entah berupa apa itu kini adanya, ya, karena memang tidak begitu jelas lagi bentuk romannya. Semua itu telah mengarahkan pandangan kepada pemimpin negeri yang menentukan pilihan.

Kisruh yang terjadi di negeri ini memang sesuatu yang kompleks dan pada akhirnya mengacu pada sikap jitu yang mesti diambil oleh pemimpin bagi keutuhan negeri ini. Belum lagi percaturan, tanggapan dan penilaian yang menggejala arahnya pun tak tau entah mau menuju mana. Ini tentu tak lepas dari persoalan bagaimana kebenaran itu ditimang dan kemudiam keputusan diambil serta disampaikan.

KPK, POLRI, dan Partai Politik akhirnya menjadi bahan pembicaraan menurun mendaki bagi masyarakat negeri karena memang dari sanalah semua persoalan yang ngos-ngosan bermunculan dan mengemuka. Jika ini disimak secara budaya, atau menyiginya melalui kacamata kesusastraan, bisa saja diambil sebuah analogi melalui sebuah novel yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Arok-Dedes.

Melihat dan memperhatikan alur peristiwa yang telah terjadi dan yang mesti disimpulkan oleh Pemimpin Negeri (Presiden) -- meski awal persoalannya juga berangkat atas usulnya sendiri tentang Kapolri – maka dalam mengambil keputusan ini muncullah nama Kebo Ijo sebagai symbol tumbal, begitu pula dengan Mpu Gandring dan Tunggul Atung dalam symbol lainnya. Tiga tokoh dalam novel ini menjadi kisaran permisalan yang bisa saja menggambarkan kenyataan yang terjadi. Sementara Ken Dedes ada sasaran yang menjadi ujung dari tujuan di akhir sengketa dalam melengkapkan makna kepemimpinan.

Ya, kebenaran itu ternyata jalannya memutari lingkaran peristiwa dalam ragam persoalan. Begitu banyak yang terjadi akibat Keris yang ditenteng-tenteng atas nama kebenaran semu itu. Di sini kita bisa melihat bagaimana pemimpin negeri melakukan tindakan berdasarkan tangan yang berada di luar dirinya dalam mengukuhkan keputusan. Pada akhirnya, secara nyata pula ini telah merupakan pencitraan dirinya dan citra lainnya pula bagi beberapa institusi dari tokoh yang bermasalah. Ini memang suatu drama yang luar biasa. Sesuatu yang membuahkan pelajaran politik yang memakan waktu dan dampak tersendiri bagi perjalanan kehidupan negeri beberapa dasawarsa  ke depan.

Lingkaran perjalanan politik yang mengatas-namakan kebenaran ini telah terjadi dalam ruang kebangsaan yang tengah kosong akan keutamaan nilai-nilai. Dan ini pun disaksikan langsung oleh mata-telinga masyarakat melalui sumber komunikasi yang lebar dan terbuka. Sungguh, negeri ini telah menciptakan pe-er  baru dalam sikap dan pemahaman yang mesti dihadapi secara dewasa.

Kalaulah demikian jadinya, semua mesti waspada, lihatlah secara jernih semua persoalan, dengan begitu maka akan jelaslah apa yang mesti dipertahankan untuk dikerjakan atau dibuang dengan rela. Rasa cinta tentang tanah air dan nilai kebangsaan merupakan kadar yang mesti dipertahankan dengan sepenuhnya. Semua rata di mata persoalan dan tak ada batasan bagi siapa pun. Janganlah pernah lengah dalam mengucapkan sikap setuju atau melakukan tindakan  perlawanan.

Kondisi darurat dalam aturan dan hukum perundang-undangan pasti akan mengantarkan manusia Indonesia akan terseok-seok dalam perjalanan kehidupan. KPK saja bisa mengalami nasib yang demikian di negeri ini, apalagi manusia perorangan. Ini sebuah catatan yang mesti dituntaskan dalam lakuan aktivitas dan gerakan dengan cerdas dan dewasa. Atas nama kebudayaan berdasarkan bahasa kesenian, maka  Pancasila dan Anti Korupsi adalah patokan yang mesti dipertahankan menjadi keris kehidupan yang sesungguhnya.**

RoKe’S, 19 Februari 2015


Share:
spacer

No comments:

Post a Comment

SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI