kata-kata
yang basah dari rentak kaki para penari
dengan lenggokan
puisi hidup di kedipan mata
yang menyampaikan
deru ombak dan ungkapan
apakah tuan
dan nona ingin memandikan jiwa
pada upacara
leluhur kami yang agung? ucapnya
tak ada
jawaban, hanya desir air yang kian menepi
lewat
keringat yang berasa sama bergaram pantai
secercah
buih di bibir nasib semakin memaknai hati
gelora dan
angin kian meniupkan kabar-kabar asing
dari tubuh
kami yang kian asin saja dalam dekapan
malam ketika
mesti mengungkapkan tarian kelam
pantai yang
kuyup dan diliputi pasir yang membuih
kian
menarikan hati kami yang tak pernah kelam
untuk selalu
menjadikan puisi hidup dalam ungkapan
dan bibir-bibir kami pun tumbuh, mekar dan pasi
Jakarta, 26 Jui 2013
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI