Indonesia lahir dari puisi. Teks Sumpah Pemuda yang
dicetuskan pada 1928 adalah puisi, yang berisi tentang imajinasi Indonesia yang
satu. Pernyataan ini disampaikan penyair Sutardji
Calzoum Bachri dalam pidato sastra mengenang Chairil Anwar di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta,
Kamis (23/5) malam.
"Ketika para pemuda itu mencetuskan Sumpah
Pemuda, Indonesia belum
ada, masih dalam bentuk imajinasi. Dalam puisi, imajinasi adalah hal utama.
Bangsa ini lahir dari pusi," kata Sutardji, penyair yang mendapat julukan
"Presiden Penyair Indonesia."
Sutardji dalam pidato sastranya secara khusus menyanpaikan kepenyair Chairil Anwar. Sebagai tokoh penting sastra modern Indonesia. "Chairil adalah penyair pesanan, yaitu penyair yang dipesan oleh zamannya," lanjut Sutardji, penyair kelahiran rengat Riau.
Chairil Anwar yang lahir di Medan pada 1922 dan meninggal dunia dalam usia 27 tahun, menurut Sutardji adalah pahlawan puisi Indonesia. "Dia menjadi pahlawan dan dikenal karena puisi dan kepenyairannya. Bukan dikenal sebagai tokoh-tokoh lain di luar sebagai penyair," kata Sutardji seolah menyindir.
Acara "Mengenang Chairil Anwar" selain diisi dengan pidato sastra juga pembacaan puisi dan musikalisasi puisi karya Chairil Anwar oleh penyair Irmansyah, Hanna Fransisca, Fathin Hamamah, Leon Agusta, Joserizal Manua, Deavies Sanggar Matahari, dan Lab Musik. Di hari yang sama juga digelar diskusi tentang Chairil bersama pembicara Nur Zen Hae dan Adi Wicaksono.
Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Irawan Karseno
mengatakan lembaganya akan menggelar secara rutin membincangkan karya-karya
sastrawan Indonesia baik
yang sudah almarhum maupun yang masih hidup. "Kita ingin mengakrabkan
kembali puisi dengan publik," kata Irawan Karseno.
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI