biarlah hati tertawan hangus, bersamamu
saja
kerinduan ini menjadi lengkap, tak
bisa kutepiskan
betapa matamu hinggap tubuhku seakan
kauusap
rambut, alis, kumis dan bahkan
terjemahannya
adalah guliran makna-makna
kesendirian
kautawarkan setalam sepi: warna-warni
kehidupan
kanak-kanakku muncul dengan
kenakalan, remajaku
hadir, dan pernikahan kta berulang
di ujung mata
“istighfarlah,” ucapmu..
mengapa kautitipkan kebahagiaan
sementara
kau akan menikmati kehilangan, terlebih
lagi aku:
bagaimana kelak jika aku ingin
omelanmu
atau ketus ungkapan saat memilih
pekerjaan baru
ah, tentu ini tidak mungkin? jarak,
meski sehelai rambut
tetap saja menguntit rindu:
beranikah aku mendekap
ruang gelap dindingan tanah merah
itu?
tak wajar bila aku merasa
menyia-nyiakanmu
dan sesungguhnya apa yang terjadi
adalah bukti
yang kuusahakan sepermanen mungkin:
berartikah kepergianku bagimu tanpa
meninggalkan
perbekalan?
“aku bahagia,” suaramu itu penjara yang teramat indah
“aku bahagia,” suaramu itu penjara yang teramat indah
meski sulit untuk ditepiskan..
Jakarta, 24/10/2003
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI