Pada tanggal 30 Juli s.d 2 Agustus 2009 diadakan acara Temu Sastrawan Indonesia II di kota Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung. Pertemuan tersebut merupakan rangkaian dari pertemuan serupa setahun sebelumnya di Jambi. Tema TSI II adalah Sastra Indonesia Pascakolonial; dengan beberapa subtema: (1) Merumuskan Kembali Sastra Indonesia: Definisi, Sejarah, Identitas; (2) Kritik Sastra Indonesia Pascakolonial; (3) Membaca Teks dan Gerakan Sastra Mutakhir: Mencari Subyek Pascakolonial; (4) Penerjemahan Sastra: Keharusan, Pilihan, atau Sekadar Perkenalan?
Banyak pembicara yang hadir mengisi acara antara lain: Agus R Sarjono, Saut Situmorang, Syafrina Noorman, Haryatmoko, Katrin Bandel, Zen Hae, Anton Kurnia, Nenden Lilis, Nurhayat Arif Permana, Radhar Panca Dahana, Arif Bagus Prasetyo, John McGlynn. Materi yang disajikan para pembicara cukup bagus dan berguna untuk menambah pengetahuan saya dalam hal sastra. Juga dalam Malam Apresiasi ada penampilan: Tan Lioe Ie membaca puisi diiringi denting gitar, Irman Syah membaca puisi dengan selingan meniup saluang, Mezra E Pollondou membaca cerpen diseling memainkan alat musik tradisional NTT, Nur Wahida Idris baca puisi, dan lain-lain.
Banyak pembicara yang hadir mengisi acara antara lain: Agus R Sarjono, Saut Situmorang, Syafrina Noorman, Haryatmoko, Katrin Bandel, Zen Hae, Anton Kurnia, Nenden Lilis, Nurhayat Arif Permana, Radhar Panca Dahana, Arif Bagus Prasetyo, John McGlynn. Materi yang disajikan para pembicara cukup bagus dan berguna untuk menambah pengetahuan saya dalam hal sastra. Juga dalam Malam Apresiasi ada penampilan: Tan Lioe Ie membaca puisi diiringi denting gitar, Irman Syah membaca puisi dengan selingan meniup saluang, Mezra E Pollondou membaca cerpen diseling memainkan alat musik tradisional NTT, Nur Wahida Idris baca puisi, dan lain-lain.
Saya hadir ke acara tersebut dengan mengambil cuti beberapa hari. Saya selalu berpikiran positif terhadap pertemuan sastrawan dan saya merasa perlu berkumpul agar lebih banyak lagi memiliki teman penyair/sastrawan. Saya merasa belum banyak ilmu dan pengetahuan mengenai dunia sastra, sehingga perlu belajar kepada orang lain, secara lebih intensif dan variatif. Sekaligus bagi saya juga kesempatan bepergian untuk mengenal daerah-daerah di Indonesia. Dan saya banyak bertemu dengan penyair/sastrawan dari beberapa daerah seperti: Hasan Al Bana, Murdoks, Ferly Montana, S Ratman Suras, Nurhayat Arif Permana, Eko Putra, Rahmat Ali, Dian Hartati, Yopie S Umbara, Heri Maja Kelana, Widzar Al Ghiffary, Bode Riswandi, Indrian Koto, Tia Setiadi, Adin, Arif B Prasetyo, dll. Sebenarnya masih banyak nama-nama penyair/sastrawan yang karyanya sering muncul di Koran. Seperti dari Lampung tidak ada yang hadir. Juga beberapa daerah lainnya.
Acara tersebut sebenarnya bisa lebih bergaung lagi. Saya merasa sepertinya agak kurang dalam publikasi. Saya membaca publikasi dalam Koran lokal Bangka Pos, sedangkan dalam koran nasional sepertinya tidak ada publikasi yang memadai. TSI apabila bisa dikelola dengan lebih tertata, konsolidasi ke dalam dan keluar yang lebih kuat, bisa menjadi sebuah merek atau brand. Saya kira ini hanya masalah publikasi atau marketing saja, karena kalau melihat para pembicara yang ikut mendukung sudah memiliki nama yang dikenal khalayak sastra. Saya berharap acara TSI III yang akan diadakan di Tanjung Pinang tahun 2010 lebih meriah dan semarak, dan tentunya akan lebih menginspirasi bagi para penyair/sastrawan yang hadir.
Dalam TSI II diterbitkan 2 buku antologi, yaitu antologi cerpen Jalan Menikung ke Bukit Timah, dan antologi puisi Pedas Lada Pasir Kuarsa. Di bawah ini 1 puisi saya yang ada di buku antologi puisi Temu sastrawan Indonesia II Pedas Lada Pasir Kuarsa, yang berjudul Yang Tertikam di Buku Harian.
Yang Tertikam di Buku Harian
aku datang padamu tanpa wangi mawar yang biasanya menerbitkan segar dalam debar. hanya sebuah koran yang sarat memuat berita perang, mungkinkah itu juga bagimu menambah getar? kau pasti ingat pertikaian kecil saja telah meretakkan wajah kita dan menyusupkan bongkah batu besar ke cekung jantung. apalagi pertempuran yang begitu meriah bak pesta dansa. kau tahu mereka berperang membela kebenaran. membela gumpalan keyakinan di dalam tubuhnya. dan selalu atas nama tuhan. dunia tiba tiba menjelma bidang datar, menyempit mengecil menjadi garis dan menjadi titik, wajah kesumat. yang melumuri pedang dan senapan. dan semua yang disebut senjata. mengapa kau diam saja. atau sebenarnya kau mau bilang, juga tajam kenangan yang liar menggoreskan luka.
aku masih belum menemukan pigura dengan ornamen apa yang tepat untuk membingkai kerisauan, yang tekun menghiasi kamarku, menatap dingin kepalaku. angin di luar tengah tiduran di bawah pohonan, seperti terlalu letih. kemarin begitu lama berputar putar berburu naskah kuno, di museum museum dan pasar lama. merunut elegi damai pada sekeping masa. memang tak ada gunung berapi di sana. hanya bukit bukit rendah yang kadang berkabut, dan itu sudah membuat para pendatang takut. serupa ketakutan tentara membaca buku sejarah. sesiapa turut mencoretkan huruf berdarah. mereka menembaki nuraninya selepas subuh. tak ada bekas dari ledakan di dinding dada. juga jejakmu yang entah siapa kini menyimpannya. (Jakarta, 2009)
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI