KETIKA KATA MENJADI KITA
:Jangan Biarkan Ibu Pertiwi Menangis (‘!’)
:Jangan Biarkan Ibu Pertiwi Menangis (‘!’)
Oleh Irman
Syah *)
Sastra Kalimalang:
Ketika segala sesuatu sulit untuk
diucapkan secara nyata, karena bisa menyinggung personal dan kelompok manusia, maka
sastralah yang mampu membahasakannya dengan gamblang dan tertata. Persoalan
bahasa dan hakikat makna inilah yang menjadikannya sungai yang mengalir dalam
jiwa. Dalam kelembutan ucapan, dalam pemaknaan tafsiran, semua terungkap jadi
pertanda, jadi pelita, jadi penerang kenyataan kehidupan.
Lahirnya
album ‘Suara untuk Negeri’, sungguh merupakan sesuatu yang luar biasa. Tidak
sekedar karya atau kandungan makna saja yang diembannya, tapi lebih jauh lagi,
yakni pada proses perjalanan aktivitas dan kesepemahaman kehidupan manusia yang
berada di dalamnya.
‘Sastra
Kalimalang’ membuahkan album ini tidak terlepas dari sikap Ane Matahari dan
kawan-kawan yang terlibat di dalamnya untuk bersikukuh dalam membahasakan
negeri melalui karya. Selain mengasuh
Halaman Sastra Kalimalang di Radar Bekasi setiap Minggunya, mereka berkarya dan
berupaya melibatkan diri dengan masyarakat.
Melalui
konsep ‘Art Terapy’, Komunitas ini terus menyebarkan virus sastra serta
mengajak napi dan PSK menulis puisi, kemudian mengembalikannya lagi kepada
masyarakat yang lebih luas melalui terbitan di koran. Begitu pula Tukang
Parkir, Mahasiswa, Sekuriti, Penambal Ban, Penyair, Pengamen, Tukang Ojek,
Calo, Pedagang Kaki Lima, semua ikut menulis.
Komunitas
ini berusaha untuk tetap menemukan kata. Puisi dan lakuan adalah solusi yang
tepat untuk menjawab pertikaian yang merebak di tengah risau kebangsaan saat
ini. “Jangan Biarkan Ibu Pertiwi Menangis (‘!’)”, merupakan ungkapan yang tak
cuma sekedar kata, tapi peristiwa menubuh di dalamnya.
Pertunjukan dan Launching:
Pertunjukan Musikalisasi Puisi, yang sekaligus Launching
Album ‘Suara untuk Negeri’ dengan tajuk
“Jangan Biarkan Ibu Pertiwi Menangis” dari Komunitas Sastra Kalimalang ini,
yang dialog dan pentasnya dilaksanakan di Warung Apresiasi Bulungan (Wapress)
Jakarta Selatan ini adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi komunitas ini.
Apalagi dengan motto Warung Apresiasi Bulungan yang merakyat:
“rumah bagi siapa saja!”. Tambahan pula, merupakan kesempatan yang menarik pula
bagi keluarga besar KPJ dan sekaligus kembali bersilaturrahmi. Kilau cahaya itu
tak cuma di gedung dan kampus-kampus, tapi malah lebih nyata di jalan raya.
Pimpinan Sastra Kalimalang Ane Matahari menghimbau kita semua
untuk kembali menemukan kata serta berusaha mensyiarkan Art-Terapy dalam usaha
mengatasi kebobrokan budaya dan nilai-nilai kebangsaan yang menjangkiti
perjalanan kehidupan negeri ini. Bila ilmu pengetahuan tidak mampu mengatasi
konflik dan kontradiksi kehidupan yang dialami manusia, maka sastra akan membangun pencerahan bagi mereka.
Beberapa puisi yang dimusikalkan di dalam album ini adalah
karya dari beragam kalangan dan ini merupakan #LiveKonser Album Sastra
Kalimalang. Ucapan terimakasih yang tak terhingga dari kami atas kehadiran
kawan-kawan, khusunya keluarga besar dan tentu ini sangatlah berarti bagi
kecintaan kita yang tulus terhadap sastra, bangsa dan negeri ini.
Dengan memilih keragaman pencipta dalam album ini tentu saja
menempatkan Sastra Kalimalang pada sebuah sikap tersendiri dengan memposisikan
Karya Sastra untuk tidak lagi menjadi elitis sebagaimana kenyataan yang dianut
sebelumnya.
Tema yang dominan dalam Album ini adalah Pancasila, Pelurusan
Bahasa dan Anti Korupsi. Semoga saja niat tulus untuk kebudayaan ini menjadi
salah satu jalan yang tepat bagi kelangsungan kehidupan manusia dengan penuh
damai berdasarkan kesederhanaan bahasa dan nada melalui tegur sapa dan indahnya
tutur kata.
Kesenian, sebagaimana dipercaya, yakni sebagai satu-satuya
bahasa kebudayaan akan dikemas dalam acara ini. Sastra Kalimalang berusaha
menemukan kata, dan ketika ‘kata’ menjadi ‘peristiwa’ tentu akan ditemukan
‘makna’ yang menubuh di dalamnya. Ya,
kata tidak hanya sekedar kata, ada kenyataan ideal yang diusungnya.
Jangan Biarkan Ibu
Prtiwi Menangis:
Menemukan kata untuk memastikan kenyataan Indonesia yang
sesungguhnya adalah sebuah usaha yang penuh tantangan. Ini mesti digali terus
menerus dengan penuh ketekunan dan kesabaran. Pergerakan dan aktivitas semacam
ini bukanlah sesuatu yang biasa dan alakadarnya saja, melainkan lebih pada
kesungguhan dan kejujuran terhadap kata itu sendiri.
Beda kata dengan tindakan adalah musuh dari tujuan dan
cita-cita. Kata adalah kebenaran, kebenaran kata mesti disebar-luaskan agar
mampu menjadi laku keseharian manusia di negeri tanah tercinta. Untuk itu,
janganlah sampai terjadi hal sebaliknya, atau dengan kata lain, acuan mengarah
pada ‘kata adalah kebohongan’.
Alangkah sesuatu yang tidak tepat bila ‘kebohongan kata’ yang
dijadikan patokan atau sumber hukum atas laku dan tindakan keseharian dalam
membenarkan kesalahan. Antara ‘kebenaran kata’ dan ‘kebohongan kata’ sungguh
sesuatu yang sangat bertolak belakang, tapi atas nama kepentingan semua bisa
dibiaskan.
Hal semacam ini bisa saja dilihat dari kenyataan keseharian
manusia atau disimak melalui tingkah laku masyarakatnya: semua terpapar begitu saja tanpa kecuali,
baik itu di lingkungan masyarakat biasa atau pun di gedung-gedung dan parlemen.
Begitu banyak kilah dan siasat yang akhirnya memunculkan strategi dan
melahirkan silang sengketa.
Tak terbayangkan pula akibat dari dampak kesalahan tersebut:
menyebarnya informasi melalui media
komunikasi yang begitu banyak corong dan namanya. Nah. Kalau kita terus
melanjutkan pembicaraan ini dan tetap menyoal akibat, tentu ini bukanlah sesuatu
hal yang adil. Mungkin akan lebih bersahaja jika kita mendasarinya dengan usaha
dan bertindak sambil mengaji sebab atau asal-muasal kejadiannya.
Etimologi semacam ini amatlah penting karena karena dari
padanya kita akan lebih mampu menerangkan bagaimana sebuah peristiwa tercipta
dan kira-kira apa yang menjadi dasar persoalannya. Dengan begitu, hal
prinsipnya pun akan mengemuka: tinggal membenahi apa yang terjadi biar air
kembali jernih di hulunya. Kalaulah akar katanya telah ditemukan niscaya akan
memudahkan jalan untuk menyusuri pohon, cabang dan ranting pribahasanya.
Pancasila dan anti Korupsi, tema dari Album Sastra Kalimalang
ini adalah akar yang menyuarakan pohon persoalan di negeri tercinta. Penemuan
kata ini pun kemudian dilanjutkan pada ungkapan melalui bahasa karya. Tema ini
merupakan jembatan panjang kata-kata kehidupan. Di dalamnya ditemukan makna,
pemahaman yang mendasar tentang bagaimana pentingnya pengetahuan tentang ‘kata
adalah kebenaran’ serta bagaimana buruknya dampak ‘kata adalah kebohongan’
dalam lingkup kehidupan berbangsa dan bernegara.
Intensitas gerakan kebudayaan yang dilakukan oleh Komunitas
Sastra Kalimalang dalam berbagai program dan event yang melibatkan masyarakat
di dalamnya akhirnya menelorkan album yang sekaligus merupakan catatan dan
ungkapan komunitas: “Jangan Biarkan Ibu Pertiwi Menangis (‘!’)”.
Penemuan kata dalam khasanah budaya, terutama melalui capaian
jalan kesusastraan akan bisa lebih bermanfaat, karena akan mampu menjadi
pandangan kehidupan. Di dalam untaian kata-kata itu akan dapat ditemukan
bagaimana rasa bahasa dan pikiran bahasa menyatu dengan akarnya secara jelas
dan nyata. 13 judul karya di dalam album
ini adalah ruang lingkup persoalan tentang bagaimana manusia dapat melahirkan
sikap dan cinta pada negeri melalui kata dengan penuh kesungguhan.
Komunitas Sastra Kalimalang terus bergerak dan merangkul
nilai-nilai persatuan berdasarkan nafas kesusastraan yang kemudian terus
mewujudkannya melalui mahkota bahasa segaimana keberadaan kehidupan yang damai
ketika semua manusia leluasa menikmati nilai kebersamaan berdasarkan kata dan
ikatan persaudaraan serta persatuan melalui perbedaan dengan siapa saja.
Mencintai kesusastraan, mencintai bahasa: bangsa akan
bertumbuhan dengan mekarnya. Di sinilah wadah, di sinilah persemaian syair
perdamaian bagi negeri. Siapa pun pemimpinnya, asal berpijak pada kebudayaan,
memelihara sastra dan bahasa, hidup akan tetap berjalan sesuai rencana. Andai
sebaliknya, tunggu saja keruntuhan akan menimpa: adat dan tradisi porak
poranda, kesemrawutan akan memunculkan perlawanan yang membabi-buta. Terang dan
gelap hanya seketika.
*) Konsultan Kreatif
Komunitas Sastra Kalimalang
RoKe’S, Medio Feberuari 2015
RoKe’S, Medio Feberuari 2015
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI