Oleh Irman Syah
Taman ini kian sesak saja oleh pedagang yang lalu lalang. Mereka mengitari taman dari ujung sampai ke pangkal, dari hilir hingga mudik, dari atas sampai ke bawah, dari sabang ke merouke, dari kenyataan sampai impian: semua telah lenyah diinjak kaki, semua telah usang untuk diceritakan, tinggal manusianya saja kini yang kian rapuh, kian terpuruk dalam kenyataan menyakitkan. Ini tersebab juga oleh keluarga sendiri yang memakan dari dalam, korupsi menari di sana-sini. Jadi berita seantero negeri.
Apa hendak dikata, begitulah
perjalanan hidup. Keajaiban yang sesungguhnya atas ciptaan dari yang Mahakuasa
menjadi sesuatu yang tak tepat arahannya. Lain kepala lain pula keinginannya.
Begitulah negeri ini memaparkannya. Layaknya taman yang menghampar, semua ruang
jadi terpapar, silahkan saja membangun kabar. Atas nama kehidupan, kematian
sesungguhnya sejawat dekat. Andai lupa menghubungkannya maka risikolah yang
akan menimpa. Demikianlah secuil kisah dari taman di negeri tercinta. Banyak
juga merasa hiba, tapi tak kuat untuk sengsara, akhirnya terlibat menipu data.
Banyak kabar yang tersiar, semuanya
memunculkan sengketa. Jaringan sosial yang meraja memunculkan ego tak berkira.
Apa pun yang akan tercipta, bisa saja
jadi biasa. Tak banyak lagi yang bisa hirau akan kenyataan dan peristiwa,
semua berlomba mengabarkannya. Begitu pula yang membacanya, ikut serta
menyebarkannya. Begitulah dampak yang luar biasa, dari komunikasi yang tidak
berkira, semuanya mem-bah ke mana-mana. Mungkin perlu kembali ke debar dada,
menata hati dengan sempurna, agar tak semua dijadikan biasa. Terlebih lagi
persoalan nilai serta hakikat hidup manusia.
Jika semua bisa serasa, tentu
akan terlahir sikap yang tertata. Bukan kepongahan dan kesombongan yang
mengemuka, apalagi persoalan harta. Mungkin di sinilah letaknya kata yang
bermakna bijaksana, janganlah pula selalu muncul bijaksini. Bukankah keegoan
itu akan selalu menjatuhkan diri sendiri, memporak-porandakan kecintaan pada
negeri, pada manusianya sendiri. Tak terbayangkan apa yang terjadi bila
kesadaran tidak lagi dimiliki: semua akan lepas dan terurai, terberai ke mana
pergi. Tak tau lagi jalan kembali, pulang seakan hanya mejadi mimpi, karena
mabuk dengan diri sendiri.
Banyak sekali yang bicara hak,
sementara kewajiban tak pernah dilaksanakan. Banyak orang yang ikut-ikutan hanya
sekedar memperlihatkan, bahwa dia saja yang punya eksistensi. Begitulah kecendrungan
yang menjadi, banyak sekali yang menonjolkan diri dan orang lain seakan tak
berarti. sementara di pinggir sana, di taman sebelah kiri, di simpang yang
bertepatan lampu merah anak-anak mengais rezeki, tapi tak banyak yang mau
peduli. Malah ada yang menganggapnya mereka itu sampah negeri. Kalau pendapat
ini tetap diyakini, maka negeri ini akan kehilangan generasi, yang paham dan
mengerti akan kepahitan dan himpitan hidup dalam kenyataan sehari-hari. Bisa
jadi mereka nanti lebih tangkas dan berbakti kepada manusia lain dengan ingatan
pernah memberi.
Di sini, di taman negeri tercinta
ini, manusia bagaikan kehilangan diri. Terlalu banyak permainan, dan terlalu
banyak pula yang mempermainkan. Hidup menjadi beban berkepanjangan, karena
mereka yang lain telah menjadi pedagang dan malah menjual harga diri.
RoKe’S, 28 Maret 2013
No comments:
Post a Comment
SILAHKAN TINGGALkAN TANGGAPAN DI SINI