Mengemas Peristiwa



Oleh: Irman Syah

Dalam kondisi  kekininan kita hari ini, di negeri yang sakit menjelang senja, terlalu banyak kabar yang membangun suasana hati menjadi sunyi, sepi dan tersisihkan. Ada jarak yang menganga membahasakan perbedaan. Terlalu banyak kesenjangan. Begitu perih meraba hati. Terkadang muncul saja dengan tiba-tiba ungkapan sakit hati dengan rasa marah yang tak terbendung.
spacer

Dalam Nafas Kata

tak kumau tidur dalam kata yang kutulis
mati apalagi
padanya aku gerak, demon, dan teriak di dadamu
tentang sunyi ditinggal, sayat biola dinihari
serta pedihnya serpihan bansi yang bergulir sayup
engkau mungkin tak rasa 
cinta antara kita barangkali setipis ari
karenanya
kau begitu mudah mengukur nafas kematianku
spacer

Tanah Abang


Balada Penjual Kembang

di bawah jembatan, bergaris rel, beralas kerikil
bantalan-bantalan besi, tempat duduk yang empuk
melepapkan pantat berlama-lama
suara cekikikan, hempasan kartu, atau keriuhan
adalah musik yang begitu hapal
hingga tak lagi terdengar
tapi dangdut selalu berkerubut dan meloncat 
dari speaker-speaker, gemuruh-menelan
spacer

Jakarta International Literary Festival



Malam ini, aku mendapat email dari sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda. Isinya adalah jadwal acara Jakarta International Literary Festival (JIlfest). Di body email, antara lain, ia menulis: “Bapak, Ibu, kawan-kawan, berikut ini saya email Jadwal Acara JILfest terbaru. Bagi yang belum menerima undangan resmi, mohon anggap email ini sebagai ganti undangan dimaksud.”
spacer

CHAIRIL ANWAR: Sebuah Kenangan yang Dinamis


Oleh: Irman Syah

Kematian bagi Chairil Anwar jauh beda bahasanya dengan kata sebelumnya, yaitu: kehidupan yang dia alami. 

Chairil Anwar penuh gejolak dan impian dengan rasa Nasionalismenya yang tinggi tentang republik ini: bukan untuk menjadikan republik sebagai sumber kehidupan pribadi tanpa menghargai harkat hidup bagi rakyatnya.

Matinya Chairil Anwar adalah ajal yang datang menemui, menjenguk, membujuk, atau banyak lagi, seperti; merampas, merampok, menikam, menghunus, tapi jelas bukan ‘merayu’-nya untuk meninggalkan sesuatu yang amat berarti bagi dirinya dan kehidupan bagi manusia.

Hidup bagi seorang Chairil Anwar ‘dimilikinya’-nya, ia nikmati lewat kecintaan, kebencian, dendam, atau pun impian. Ini dibuktikannya dengan bahasa kehidupan yang dapat kita rasakan serta kita nikmati hingga hari ini dan bahkan sepanjang zaman..

Bahasa itu adalah terjemahan dan penerimaannya tentang kehidupan republik ini serta penerimaan kita terhadap karya yang diciptakannya, berupa perjalanan hidup, atau sejarah kesusastraan Indonesia yang dibentangkannya.

Kesemuanya itu, sesungguhnya adalah bahasa kehidupan manusia yang kukuh dengan kedisiplinan pilihan serta dapat dicontoh dalam hal komunikasi ‘kebenaran’ kata lewat karya yang ia tinggalkan bagi kepentingan kehidupan manusia lain.

Tak ada lagi! Semua dipagut kenangan. Kenyataan bahasa hari ini hanyalah bunga-bunga kaku yang tak mampu menggerakkan kenyataan yang sesungguhnya. 

Tapi Chairil, ialah cermin yang tak mau berbagi kecuali dalam hal perjuangan pemuda yang enerjik untuk mencipta dan mengisi kehidupan secara kreatif  demi senibudaya bangsa di negeri ini.

Gedung Joang 45, Maret 2003
Lingkar Humanis Universal, 24 April 2012
Menteng 31, Jakarta Pusat

spacer

Di Negeri Batu

tak lagi ada hujan emas
tak lagi ada hujan batu
semua telah me-Malin Kundang
spacer

Mikro Indonesia

Payakumbuh, selamat pagi…

matahari menyibak pagi, menyibak hati
perjalanan tanpa ujung mencigap gunung
mafia kampung belajar berhitung
kalkulator di tangan ketika henpon
menderingkan berita-berita senjata
dengan ragu, kalimat meluncur:
“setelah kopi kauhidang pulanglah
ke tempat kau harus pulang…”
spacer

PAGI TANPA KOPI: Keberangkatan Menuju Arti

Oleh: Irman Syah 

Membukukan rangkaian perjalanan adalah ruas panjang kehidupan: seumpama jalan yang berliku untuk kembali ditelusuri dan dinukilkan ke dalam bahasa yang puitik. Seperti halnya menikmati kenyataan keberangkatan yang selalu mengingatkan sejarah kemarin untuk kemudian berlanjut lagi hari ini lewat cerminan sebatang rokok dan segelas kopi dari sebuah persimpangan: warung kecil, di bawah jembatan layang, bus yang lewat, atau orang-orang yang lalu-lalang.
spacer

Sepucuk Surat untuk Jogja

begitu keluh-kesah itu kausimpan
begitu pula makna kepergian
antara belum dan kesempurnaan
jangan lupakan ketulusan
spacer

Langkisau

cintaku tak lagi bernama cinta
hanyalah gugusan lepas wangi mawar
menjerat
kumbang dan kunang-kunang
berjuta kisah dan kesepian
spacer

Tatanan Kalimalang

Oleh: Irman Syah
Perjalanan kehidupan manusia sepertinya selalu dipenuhi kesibukan dan persoalan yang kadang memunculkan ribuan tanda tanya. Di jalan raya, kenyataan itu berubah menjadi kerisauan. Beragam bunyi kendraan dengan deru dan klaksonnya yang berisik sepertinya menandakan betapa pengendaranya itu betul-betul sedang sibuk mengejar tujuan.  Kemanakah?
spacer

Singgasana Mawar


kujemput engkau untuk sebuah kepergian
ke tempat di mana taman sejuk dan wangi
menyambut dengan pintu terbuka
sebuah bentangan hamparan panjang
dan dunia melebarkan sayap kecintaan
membunuh lengang demi lengang 
kesendirian
spacer

Perempuan, Tak Kutulis

awalnya ingin kutulis perempuan
tapi rasanya tertulis sudah dia 
entah di dedaunan mana
mungkin telah diantarkan angin
ke pelukan alam
sedamai malam 
mendengar nafas sendiri
spacer

Seniman Senen


Jauh hari sebelum Jakarta berdenyut cepat seperti sekarang, kawasan Senen sudah menjadi pusat beragam aktivitas. Mulai dari perniagaan hingga kesenian. Ya, di sanalah tempat berkumpulnya para Seniman Senen. Dulu, saban hari Seniman Senen berseliweran di sekitar Bioskop Grand, pagar Proyek Senen, dan Gelanggang Olah Raga Senen.
spacer

H. FREDIE ARSI:: Melihat tak Cuma Kulit, Membaca tak Hanya Judul

 Oleh: Irman Syah *)
Puisi adalah magnit yang menawan untuk dinikmati: komunikasinya lembut, indah, tajam, dan terkadang ngilu karena ada hal-hal yang tak terduga menyelinap di dalamnya. Membaca teks puisi kita seakan hanyut dan dialun-hempaskan oleh makna yang dikandungnya. Apalagi kalau mendengar atau menonton puisi yang dibacakan, alunan dan irama kata (diksi) yang terpilih itu jadi memikat dan sekaligus mampu mengajak jiwa kita mengelana lewat idiom  musikalitasnya.




spacer

Bait Penghabisan

akhirnya kutulis jua
bait kehidupan cinta
makna kekekalan tatap mata
yang tak pernah terlupakan
bagi hidup yang jenak
spacer

Sejarah

dukamu tercecer sudah oleh jengking kereta
yang melengking, membunuh habis lamunan
tempat sembunyi para dewa
spacer

Sketsa

Oleh: Irman Syah

Memandang Kalimalang yang mengalir, kehidupan berenang dalam arusnya. Terkadang eceng gondok juga terbawa, hanyut dan takkan tahu singgah di mana? Semua tergantung nasib yang membawa atau juga memberhentikannya. Bukan kemauannya sendiri tentu, tapi kemauan air dan arusnya. Kehidupan manusia dan eceng gondok adalah dua hal yang berbeda dan bisa bernasib sama. Perbedaannya tentulah terletak pada kata ‘berenang’ dan ‘hanyut’. Ya, itu saja.
spacer

Mantra Negeri Luka

menyibaklah, langkah-langkah berkesudahan
kata-kata berkeputusan
semua menyibak, sibak-menyibak dalam rangkaian
begitu sunyi: sunyi bumi, sunyi alam
spacer

Dahaga Perjalanan

jarak selalu memaksaku pergi dan kembali
karena pelarian melulu mengajarkan was-was
tapi bunga yang kautanam
mendebarkan jantung kasih-sayang
spacer

Panggung Terapung: Komunitas Sastra Kalimalang

Oleh: Irman Syah
PANGGUNG TERAPUNG adalah idiom yang sengaja dipilih Komunitas Sastra Kalimalang untuk mewujudkan rasa cinta dan kesatuan bangsa melalui bahasa kesenian berdasarkan kesamaan niat, kerja, dan pengabdian diri terhadap lingkungan. Siratannya adalah menyiapkan pentas dialogis dalam bentuk wadah ekspressi personal dan kelompok lewat karya kesenian, baik sastra, musik, teater dan lain sebagainya, Kalimalanglah tempat yang dipilih untuk itu.
spacer

Rumah Bertangga Lumut

naiklah tegurmu saat aku ragu memilih langkah
angin berdesir di hutan jiwa, musim menguak
pelan di bibirmu bunga mekar
dan kubayangkan kumbang-kumbang hinggap lagi
menitipkan padamu rembang sore
berdiri di sini aku tak sanggup disayat senyum
apalagi ke ruang tamu
spacer

SketsaMelati

kepergianmu telah kutanamkan melati, segulung rasa
telah kau bawa ke daerah yang tak sempat kuraba
akhirnya kutanam bunga dengan pot yang sederhana
kuberharap bunganya putih, wangi dan berseri…
spacer

Seniman a-Song

Oleh Irman Syah
Sebagaimana Pedagang Asongan, ‘seniman asong’ pun muncul. Mereka lahir dan kemudian membangun keberadaan dan tentu saja berdasarkan kebutuhan. Seperti halnya hidup yang kadang lupa dimaknai, ia tetap bergerak dan berjalan tak menentu. Malah hidup pun berjalan tanpa sempat menoleh ke kiri dan ke kanan atau depan dan belakang. Akhirnya, jadilah hidup yang tak hidup.
spacer