Ketika sebuah pementasan puisi terpinggirkan oleh maraknya pertunjukkan popular di televisi yang menggelinjang akhir-akhir ini. Irman Syah melakukan pelisanan puisi-puisinya dengan sederhana tanpa ruah. Cukup dengan kursi dan meja bundar sebagai properti yang menunggu letih ingin turut di apresisasi oleh sang penyair. Tetapi, Irman Syah masih saja tetap duduk asyik dengan mengeluarkan bunyi bansi, kemudian berkata-kata.
Irman Syah dan Puluhan Seniman Baca Puisi Sutardji
Jakarta (ANTARA News) - Puluhan seniman dari berbagai daerah di Indonesia tampil dalam pembacaan puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri, dalam acara,"Panggung Apresiasi" di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa malam.
Acara rangkaian perayaan ulang tahun ke-66 Sutardji di antaranya menghadirkan Diah Handaning, Zawawi Imron, dan Ahmadun Yosi Herfanda. Juga beberapa komunitas seni seperti Sanggar Matahari dan Saung Pangulinan yang bergerak di musikalisasi puisi, serta Majelis Komunitas Budaya dan Nusantara yang berkedudukan di Riau.
Irman Syah - Lesbumi Gelar Pentas Puisi untuk “Ibu”
Jakarta, NU Online Lembaga Seniman dan Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) NU mempersembahkan pementasan dan bedah puisi di Hari Ibu, 22 Desember. Acara ini bertema “Maha Ladang Cinta” yang merupakan salah satu bagian dalam antologi puisi Hj. Masriyah Amva "Ketika Aku Gila Cinta”.
Panggung puisi ibu akan digelar di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Selasa (23/12) pukul 19.00 WIB disutradarai oleh M. Dienaldo. Sejumlah seniman akan tampil, antara lain Dewi Yull, Sultan Saladin, Epi Kusnandar, Andi Bersama, Irman Syah, dan Hartati.
Irman Syah dalam Peringatan Wafatnya Chairil Anwar
Jakarta, Sinar Harapan - “Makam Chairil sekarang lebih terawat. Makamnya kini lebih tua dari rentang usianya. Terlebih lagi semangat berkarya Chairil menjadi inspirasi bagi generasi setelahnya,” kata Ipur Wangsa, satu dari enam sastrawan yang pada pagi harinya sempat menziarahi makam penyair yang wafat pada 28 April 1949.
Irman Syah - KOMPI DKI
Kelompok musikalisasi puisi Indonesia dari Manado, Bogor, DKI Jakarta, Minggu (17/1) di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya 73, Jakarta menampilkan komposisi musik yang enak didengar sejumlah kalangan. Koordinator Komunitas Musikalisasi Puisi Indonesia (Kompi) DKI Jakarta Irman Syah mengatakan, pentas bareng kelompok musikalisasi puisi ini merupakan bentuk silaturahim kunjungan Kompi Manado dalam tajuk ”Tour Karya”. Grup musik reggae Local Ambience juga akan tampil. Menurut Irman Syah, pertunjukan musikalisasi puisi dari Manado, Bogor, dan Jakarta ini diharapkan menambah bahan apresiasi bagi pelajar sekolah yang sengaja diundang. Pertunjukan gratis ini juga menghadirkan penyair nasional. (NAL/Langkan Kompas)
Puisi dan Realitas yang Puitik
Oleh: Irman Syah
Awalan:
Sesungguhnya jauh lebih puitik kenyatan hidup di negeri ini bila dibandingkan
dengan makna puisi yang diciptakan.
Apabila mampu lahir puisi, maka adalah benar bangsa kita kukuh dan masih
mengagungkan bahasa, nilai, dan akal budi..
Adalah sebuah kenyataan, puisi itu mengada dan terus ditulis! Begitu banyak yang menulis dan mengungkap serta menyebutkan kata dalam hal membilang-bilang kenyataan. Pembilang dan penyebut tentulah suatu yang matematis dengan keadilan pembagiannya: sebuah bagian kehidupan yang dikristalkan ke dalam kata, kalimat, alinea, lewat diksi, larik dan bait, rasa dan pikir, kenyataan dan impian yang terus mengelana ke ujungnya.
Meneropong Panorama Budaya Indonesia
Dibacakan pada Ultah ke-1 Pakri
Oleh Irman Syah
Oleh Irman Syah
Mengingat nama Indonesia, tentu kita tak pernah mengingat,kenapa Indonesia menjadi sebuah nama bagi bangsa dalam pengertian nation is state's. Kalau itu yang kita alami, tentunya, kita tak pernah mengingat apa yang akan disebut dengan Budaya Indonesia. Bagaimana pula kita akan meneropong kebudayaan Indonesia. Sementara, sebutan Indonesia sebagai bangsa, baru resmi pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kuseberangkan Selalu
kuseberangkan terus rindu padamu, tak habis-habis..
musim kemarau berganti paceklik, gurun di dadaku
bawalah kamp-kamp pengungsi dari jiwa yang lelah atau rasa
takut dan malas karena merasa diri telah berguna, bawalah..
Catatan Merah-putih
belajarlah mengurut dada
Sayangku..
bukan karena masuk angin
melainkan bagaimana kesunyian
menghadapi kesiapan rasa kehilangan
yang sering bertegur sapa
di jantung kita..